
Kadisdik Kabupaten bogor bakal Dipanggil Polisi, Kenapa?
Harianjabar.com – 2Kasus tawuran di Kabupaten Bogor semakin memprihatinkan. Dalam 2×24 jam terjadi dua kali tawuran yang menewaskan satu korban. Gara-gara ini Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor, Luthfie Syam, bakal dipanggil Polres Bogor dalam waktu dekat. Jum’at (14/9), sekitar pukul 16:00 WIB terjadi tawuran pelajar di Cibinong yang melibatkan tiga sekolah. Sejumlah pelajar tawuran dengan mengendarai motor Saat saling serang, ada pelajar SMP PGRI 1 Cibinong KY (14) terkena bacok di bagian dada dan tangan. KY dilarikan ke rumah sakit namun meninggal dunia.
Keesokan harinya polisi mengamankan dua pelajar SMP Al Nur IS (15) dan SM (15). Satu tersangka jadi DPO. Pelaku terancam 10 tahun penjara. PELAKU pembacokan yang menewaskan pelajar SMP PGRI 1 Cibinong, Yhuda (14), sudah diamankan polisi. Dengan pakaian orange bertuliskan tahanan Polres Bogor, kedua pelaku IS (15) dan SM (15) dipamerkan di Mapolres Bogor, Jalan Tegar Beriman, Cibinong, kemarin. Keduanya merupakan siswa SMP Al Nur Cibinong.
Kapolres Bogor, AKBP Andi Moch Dicky Pastika, mengatakan, tawuran itu melibatkan pelajar SMP PGRI 1 dengan gabungan SMP Al-Nur dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Huda Cibinong. “Antar pelajar sudah saling tahu dan sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk tawuran. Senjata tajam yang digunakan oleh pelajar tawura kebanyakan dibuat sendiri seperti dibubut atau membawa celurit dari rumahnya masing-masing,” kata Dicky.
Guna menyamarkan jejak, pelajar ini sepakat menggunakan pakaian bebas bukan pakaian seragam sekolah. Sat Reskrim Polres Bogor bersama Polsek Cibinong bergerak cepat menangani kasus ini. Dua tersangka akhirnya ditangkap. Keduanya merupakan pelajar SMP Al-Nur Cibinong dan satu tersangka sedang dilakukan pencarian (DPO). “Hingga saat ini sudah sembilan saksi diperiksa,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor Tb Luthfie Syam dan guru sekolah yang terlibat tawuran. “Apabila tawuran ini masih berulang-ulang maka kita akan rekomendasikan kepada Disdik Kabupaten Bogor agar dievaluasi atau dicabut izinnya,” tegasnya. “Polres Bogor akan menindak tegas secara hukum bagi siapa saja yang tertangkap membawa senjata tajam untuk tawuran,” sambungnya.
Dicky menambahkan, saat ini tawuran sudah menjadi tren. Entah kejantanan atau bagaimana, kalau tidak tawuran bukan laki-laki. Bahkan untuk mencari sekolah dari awal mereka milih yang terkenal dengan tawurannya itu. “Misalnya mau sekolah, wah sekolah ini hebat, nanti SMP yang berantem-berantem nanti masuk tingkat SMA juga itu juga sama milih sekolah seperti itu,” paparnya.
Selain itu, nantinya jika data daftar sekolah yang siswa kerap tawuran sudah terkumpul, kata Dicky, pihaknya juga akan melakukan inspeksi mendadak (sidak). ”Ini nanti kita lakukan data-datanya yang sering, nanti kita rapat juga, mungkin hari Rabu, kita akan rapat untuk membahas ini, jumlah-jumlahnya, nanti kita lakukan penelitian, sidak juga,” pungkasnya.
Satgas Pelajar dan patroli dari kepolisian rutin dilaksanakan setiap hari mencegah aksi tawuran pelajar. Patroli biasanya dilakukan di jam sekolah dan pada jam pulang sekolah. “Namun kejadian tawuran di Cileungsi dan Cibinong ini terjadi di malam hari,” katanya.
Pelaku dikenakan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama dan UU Perlindungan Anak Pasal 80. Namun Polres Bogor bekerjasama dengan BAPAS menahan tersangka dengan sistem Undang-undang perlindungan anak sehubungan pelaku anak di bawah umur.
Sementara itu, Kepala Disdik Kabupaten Bogor, Luthfie Syam, kurang sepakat jika aksi yang menelan korban jiwa itu disebut tawuran. Sebab, berdasarkan pengamatannya dalam beberapa kasus yang belakangan terjadi, peristiwa tersebut tidak melibatkan banyak massa seperti layaknya tawuran. Hanya satu-dua orang yang membuat janji bertemu di salah satu tempat untuk berkelahi.
“Saya mengikuti dari beberapa peristiwa, termasuk di Kota Bogor, di Rumpin sebelumnya dan terakhir di Cibinong. Kalau pandangan saya, saya kurang sepakat disebut tawuran. Mereka membuat janji berkelahi dan akhirnya menggunakan benda tumpul dan tajam dan itu terjadi secara cepat. Ini yang sulit terdeteksi, karena kalau tawuran mudah mendeteksi karena biasanya sudah terlihat ketika massa bergerombol,” ungkap Luthfie.
Menurut dia, persoalan ini menjadi fenomena baru yang butuh perhatian khusus. Sebab untuk masalah tawuran, disdik dan kepolisian serta sejumlah elemen masyarakat sudah bekerja sama menangani tawuran dan itu selalu bisa menghalau pelaku tawuran. “Sebelum kejadian juga ada tawuran siangnnya, tapi langsung mudah dibubarkan. Kalau kerja sama sudah ada sejak lama, perlu ditingkatkan pasti karena tantangannya juga terus berubah dan titiknya semakin meluas. Jadi memang perlu penangan khusus ke depannya,” terangnya.
Luthfie pun membenarkan jika dalam waktu dekat akan ada pertemuan dengan kepolisian. Pertemuan ini juga akan melibatkan banyak pihak dan dirinya berharap keluarga korban dapat dihadirkan. Tujuannya, untuk mendapat pandangan soal keadaan si anak dan mengusut penyebab perkelahian. Selain itu, Luthfie menilai aksi perkelahian ini harus dilihat dari banyak faktor. Misalnya, ada aktor intelektual yang biasanya mengatasnamakan senior untuk menyuruh siswa melakukan perkelahian. Kepolisian juga harus bisa menelusuri apakah mereka yang terlibat perkelahian dalam pengaruh minuman atau bahkan obat-obatan terlarang.
“Saya bukan menduga tapi kita perlu mendengar dari keluarga korban sehingga bisa diketahui akar masalahnya. Saya juga berharap pihak kepolisian juga bisa mengusut hingga aktor intelektual yang membuat anak-anak menjadi berkelahi. Karena beredar kabar, perkelahian juga didorong orang-orang tertentu yang mengatasnamakan senior. Mungkin dari sini bisa memutus mata rantainya. Mudah-mudahan kepolisian bisa menelusuri hingga ke sana,” harapnya. (metropolitan)