Menilik Anjuran Agama soal Berbuka Puasa dengan Takjil Manis
2 min readBerita Ramadhan 2021 – Saban bulan Ramadan, jargon ‘berbukalah dengan yang manis’ jadi begitu populer di tengah masyarakat. Lewat jargon ini, sajian takjil bercita rasa manis terasa sangat menggoda.
Faktanya, menu-menu takjil kerap identik dengan rasa manis. Dimulai dari kuah kolak yang terbuat dari santan dan gula merah, kurma, dan minuman-minuman dingin lainnya yang tak lepas dari penggunaan gula sebagai salah satu bahannya.
Makanan manis memang disarankan untuk berbuka puasa karena dapat membantu proses pengembalian energi dengan lebih cepat. Namun, apakah hal yang sama juga dianjurkan oleh agama?
“Tidak ada ajaran yang menganjurkan umat Islam untuk berbuka puasa dengan makanan manis,” ujar Ustaz Karnawan pada harianjabar.com, Kamis (22/4).
Tak ada hadis yang secara eksplisit menganjurkan umat Muslim untuk berbuka puasa dengan makanan atau minuman manis. Hanya saja, ada satu hadis yang memiliki kedekatan tema dengan makanan berbuka puasa. Hadis itu berbicara mengenai kurma dan air putih sebagai menu berbuka puasa.
Bahasan mengenai kurma sebagai makanan berbuka puasa tercatat dalam hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud.
ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮ ﻝُ ﺍﻟﻠِّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪً ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳُﻔْﻄِﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﺭُﻃَﺒَﺎﺕٍ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﺭُﻃَﺒَﺎ ﺕٌ ﻓَﻌَﻠَﻰ ﺗَﻤَﺮَﺍﺕٍ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢ ﺗَﻜُﻦْ ﺣَﺴَﺎ ﺣَﺴَﻮﺍﺕٍ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺀٍ
Artinya:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab). Jika tidak ada ruthab, maka berbuka dengan kurma kering (tamr). Jika tidak ada tamr, maka minum dengan satu tegukan air.” (HR. Ahmad, Abu Dawud)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW mengonsumsi kurma dan air saat berbuka puasa. Namun, hadis tak menyebutkan secara langsung mengenai anjuran berbuka puasa dengan yang manis.
Hanya saja, beberapa ulama mengkiaskan kurma dengan makanan manis. “Mungkin mereka menganggap kurma sebagai simbol dari makanan manis,” kata Karnawan.
Salah satunya sebagaimana yang disampaikan oleh Ulama Al Hattab Ar Ru’aini lewat kitab Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil. Dia menafsirkan perintah berbuka dengan kurma bertujuan untuk memulihkan penglihatan yang menurun akibat puasa. Jika kurma tak tersedia, maka bisa diganti dengan makanan atau minuman manis.
“Di antara sunah-sunah puasa adalah menyegerakan berbuka, sebagai bentuk kasih sayang kepada orang yang lemah, menyayangi diri, dan menjadi pembeda dengan orang Yahudi. Dan, dengan memakan kurma atau apa yang semakna dari yang manis-manis, agar mengembalikan penglihatan yang berkurang lantaran berpuasa.”
Pendapat serupa juga disampaikan oleh ulama-ulama lain, yang memaknai kurma sebagai simbol makanan manis.
Kendati demikian, umat Islam tetap diperbolehkan berbuka puasa dengan yang manis. Hanya saja, anjuran tersebut tak berasal dari sunah Nabi Muhammad SAW.
Anda disarankan mengonsumsi takjil manis dengan bijak. Konsumsi dalam porsi yang tidak berlebihan. Terlalu banyak mengonsumsi makanan atau minuman manis berisiko menimbulkan berbagai masalah kesehatan.