Gus Dur Dilengserkan dan Megawati Dilantik Jadi Presiden 20 Tahun Lalu
3 min readHarianjabar.com – Senin 23 Juli 2001, gedung DPR-MPR menjadi saksi dua peristiwa besar. Pertama, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dilengserkan MPR. Kedua, presiden perempuan pertama RI, Diah Permata Setyawati Megawati Soekarnoputri dilantik MPR.
Jalan Megawati menuju kursi RI 1 cukup berliku karena dipilih MPR sebagai presiden setelah pemilik kursi sebelumnya yaitu Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dilengserkan pada hari yang sama.
Pemerintahan Gus Dur dikenal penuh dengan kontroversi. Salah satunya, Gus Dur sempat mengeluarkan dekrit pembubaran DPR. Namun Mahkamah Agung memutuskan dekrit yang dikeluarkan Gus Dur bertentangan dengan hukum.
Gus Dur juga sempat menyebut DPR seperti taman kanak-kanak. Hal ini memicu kemarahan DPR sehingga terjadi perseteruan hebat dengan Gus Dur.
MPR kemudian melengserkan Gus Dur. Keputusan itu tentu tak diterima oleh Gus Dur. Meski begitu, keputusan MPR tak bisa diubah dan Gus Dur jatuh dari jabatannya sebagai presiden.
Situasi berbeda dirasakan Wakil Presiden Megawati. Pada Pemilu 1999, Megawati Soekarnoputri sempat gagal menjadi presiden. Padahal, saat itu PDIP menjadi partai pemenang pemilu setelah meraih sekitar 36 juta suara atau hampir 34 persen.
Waktu itu pemilihan presiden masih dipilih MPR. Hal lain yang menyebabkan Megawati gagal duduk di kursi presiden lantaran ada beberapa partai yang tak setuju.
Amien Rais yang merupakan Ketua Umum PAN awalnya pendukung Megawati sebagai penggerak reformasi. Akan tetapi di tengah jalan membentuk Poros Tengah.
Poros Tengah terdiri dari partai-partai Islam, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PAN, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan (sekarang menjadi PKS). Mereka menolak Megawati menjadi presiden dengan alasan gender.
Poros Tengah ini memilih Gus Dur sebagai presiden yang kemudian mengalahkan Megawati. Gus Dur meraih 373 suara, sementara Megawati 313 suara.
Hasil voting yang menunjukkan bahwa MPR lebih memilih Gus Dur dibanding Megawati Soekarnoputri diterima dengan lapang dada. Megawati tetap menjalani peran sebagai Wakil Presiden RI.
Waktu terus berjalan hingga pada 2001 situasi politik berbalik arah. Amien Rais yang saat itu merupakan Ketua MPR memimpin Sidang Istimewa yang berujung pada jatuhnya Gus Dur.
Kesabaran Megawati berbuah manis. Dia kemudian naik menjadi presiden. Hamzah Haz yang semula menolak Megawati hanya bisa diam saat MPR memilihnya mendampingi Megawati sebagai Wakil Presiden RI yang baru.
Megawati Dilantik, Gus Dur Terbang ke AS
Megawati dilantik dan diambil sumpahnya menjadi Presiden di Gedung DPR MPR, Senin (23/7/2001) petang. Megawati diangkat sebagai presiden berdasarkan Ketetapan MPR No III/MPR/2001 menggantikan Gus Dur. Masa jabatan Mega terhitung sejak pengucapan sumpah dan janji hingga habis sisa masa jabatan yakni pada 2004.
Dalam pidato pertamanya di hadapan MPR, Mega mengajak semua komponen masyarakat untuk membangun bangsa dan negara bersama-sama. Keterpurukan ekonomi dan krisis multidimensional yang berlarut-larut menjadi perhatian Mega dalam pidato singkatnya.
Saat pelantikan Megawati Soekarnoputri tak ada perayaan dari para pendukungnya. Di kantor DPP PDIP saat itu tak ada kegiatan apa pun. Begitu juga di posko-posko PDIP lainnya.
Kompas, yang sehari kemudian menurunkan berita berjudul “Kemenangan Mega Disambut Tenang”, menuliskan pelantikan Megawati pada Senin sore tak disambut perayaan meriah oleh pendukungnya. Suasana politik yang mewarnai pelantikan Megawati kala itu memang tak elok untuk dirayakan dengan penuh kegembiraan.
Di Istana Negara, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang dilengserkan MPR tengah meradang. Ia tidak menerima keputusan MPR yang mencabut mandatnya sebagai presiden.
Relasi personal para tokoh reformasi memanas. Hubungan baik Gus Dur dan Megawati meruncing. Amien Rais yang semula menolak Megawati sebagai presiden berbalik angin. Situasi politik dan ekonomi pasca-reformasi juga terasa tidak menentu akibat kepemimpinan Gus Dur yang penuh kontroversi.
Gus Dur berseteru hebat dengan DPR saat menyebut DPR seperti taman kanak-kanak. Gus Dur pun sempat mengeluarkan dekrit pembubaran DPR. Manuver Gus Dur disambut dingin. Mahkamah Agung memutuskan dekrit yang dikeluarkan Gus Dur bertentangan dengan hukum.
Pada Senin subuh, 23 Juli 2001, Presiden Gus Dur mengeluarkan dekrit pembekuan MPR/DPR dan Partai Golkar. Siang harinya, rapat paripurna Sidang Istimewa MPR mencabut mandat Gus Dur sebagai Presiden RI.
Kemudian Megawati menjadi presiden dan Hamzah Haz, Ketua Umum PPP, menjadi wakil presiden.
Dua hari kemudian, Rabu 25 Juli 2001, Gus Dur meninggalkan Istana Kepresidenan dan langsung terbang ke Amerika. Ini langkah menyelamatkan muka yang cantik dari Gus Dur. Tak langsung menuju kediamanannya di Ciganjur, Jakarta Selatan Gus Dur memilih jalan yang panjang namun elegan.