Jaksa Minta Hakim Tolak Pleidoi Bharada E, Singgung Peran Eksekutor
3 min readJaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak seluruh nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan penasihat hukum dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan yang telah dibacakan.
“Kami memohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan JPU,” ujar jaksa saat membacakan replik dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1).
Jaksa menegaskan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara untuk Bharada E telah ditentukan berdasarkan parameter yang sudah jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menurutnya, tinggi rendah tuntutan yang diajukan jaksa kepada majelis hakim terhadap Bharada E telah memenuhi asas kepastian hukum dan rasa keadilan.
Selain itu, dalam memberikan tuntutan, jaksa juga mempertimbangkan peran Bharada E sebagai eksekutor atau pelaku yang menembak Brigadir J sebanyak tiga hingga empat kali.
“Tuntutan tersebut kami ajukan dengan mempertimbangkan kejujuran kejujuran dalam memberikan keterangan dari terdakwa Richard Eliezer yang telah membuka kotak pandora sehingga terungkapnya pembunuhan terhadap korban Yosua Hutabarat,” kata jaksa.
Jaksa juga mengaku telah mempertimbangkan pasal 10A UU Nomor 31 Tahun 2012 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang memuat frasa penjatuhan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lainnya. Namun, jaksa menilai frasa itu tidak cocok untuk Bharada E.
Menurut jaksa, pasal a quo belum mengakomodasi saksi pelaku yang bekerja sama dalam mengungkap suatu tindak pidana. Sementara Bharada E dinilai peran lebih dominan dibandingkan dengan peran para terdakwa lainnya, kecuali Ferdy Sambo selaku pelaku utama dalam rangkaian tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dengan demikian, permohonan tuntutan kepada majelis hakim untuk menjatuhkan paling ringan terhadap Bharada E di antara terdakwa lainnya perlu mendapat kajian lebih mendalam.
“Bahwa kondisi ini, menimbulkan dilema yuridis karena di satu sisi, terdakwa Richard Eliezer dikategorikan sebagai seorang saksi atau pelaku yang bekerja sama yang dengan keberanian dan kejujurannya telah berkontribusi membongkar kejahatan yang direncanakan untuk membunuh korban Yosua,” ujar jaksa.
“Juga membongkar skenario pengelabuan yang dibuat oleh pelaku utama yaitu saksi Ferdy Sambo, namun di sisi lain peran dari terdakwa Richard Eliezer sebagai eksekutor penembakan terhadap korban Yosua perlu juga dipertimbangkan secara jernih dan objektif,” sambungnya.
Jaksa menegaskan tuntutan terhadap Bharada E dibuat berdasarkan pemahaman perasaan terhadap Brigadir J yang telah dibunuh secara sadis oleh Bharada E dan Sambo. Jaksa juga memahami bagaimana kejujuran Bharada E dalam mengungkap kasus tersebut.
“Penderitaan keluarga korban atas meninggalnya Yosua, pemaafan keluarga korban Yosua kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, serta kondisi sosial kemasyarakatan sehubungan dengan faktor penjerat pidana bagi terdakwa Richard Eliezer adalah agar tidak melakukan perbuatan yang sama di kemudian hari,” kata jaksa.
Bharada E dituntut dengan pidana 12 tahun penjara karena dinilai terbukti terlibat dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Menurut jaksa, sikap kooperatif Bharada E dengan membongkar kasus ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menghilangkan pidana. Terlebih, tindak pidana ini telah merampas nyawa orang lain, yakni Brigadir J.
Dalam perkara ini, Bharada E didakwa bersama empat orang lainnya, yaitu Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Putri dituntut delapan tahun penjara.