Sedang Viral Penipuan Lewat Undangan Digital, Begini Mekanismenya Dan Cara Mencegahnya
3 min readHarianjabar.com – Masyarakat tengah diresahkan oleh modus baru yang dilakukan para penipu online.
Baru-baru ini, masyarakat tengah dihebohkan dengan modus penipuan dengan cara mengirimkan undangan pernikahan digital.
Diketahui, para penipu online tersebut membagikan undangan pernikahan digital melalui pesan WhatsApp.
Para penipu tersebut mengirimkan tautan melalui WhatsAppa dengan mengarahkan penerima pesan ke sebuah aplikasi dengan format APK.
Apabila file tersebut dibuka atau diintal, aplikasi tersebut akan mencuri informasi pribadi pengguna.
Dari situlah kemungkinan penipu untuk membobol rekening pribadi korban.
Derasmus Kenlopo, warga Kelurahan Naimata, Kecataman Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi salah satu korban dari praktik penipuan online dengan modus tersebut.
“Uang saya Rp 14 juta dalam rekening, sekarang hanya tersisa Rp 25.000,”.
Menurut Derasmus, uang itu lenyap setelah ia mengeklik undangan pernikahan yang diterima lewat pesan WhatsApp.
Lebih lanjut, pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, aplikasi APK yang dikirim sebagai “undangan pernikahan digital| itulah yang berbahaya.
Apabila diklik, undangan digital tersebut dapat mencuri kredensial One Time Password (OTP) dari perangkat korban.
Mekanismenya, ketika aplikasi tersebut diinstal, biasanya muncul beberapa peringatan dari sistem ponsel yang akan mengonfirmasi apakah pengguna yakin akan menginstal aplikasi itu.
Sebab, aplikasi dengan format APK adalah aplikasi dari luar toko aplikasi resmi seperti Play Store maupun App Store, sehingga tidak disarankan karena dapat berpotensi berbahaya.
Selanjutnya, akan muncul peringatan bahwa aplikasi APK meminta akses ke berbagai data, seperti SMS, media dan lain sebagainya.
Bila beberapa peringatan itu diabaikan dan proses instalasi aplikasi terus berjalan, maka aplikasi APK itu akan mendapatkan akses ke SMS, termasuk membaca kode OTP dari pihak bank yang biasanya dikirimkan melalui SMS.
Berdasarkan penjelasan Alfons, rangkaian proses di atas sebenarnya tidak cukup untuk mengakses akun mobile banking korban.
Pasalnya, dibutuhkan banyak data seperti ID pengguna, password mobile banking, PIN persetujuan transaksi hingga OTP.
Adapun aplikasi APK seperti dijelaskan di atas hanya bisa mengakses kode OTP saja.
Lantas dari mana penipu mendapatkan data lainnya?
Menurut Alfons, penipuan online dengan modus undangan digital kemungkinan masih berkaitan dengan kasus phising pada pertengahan tahun 2022.
Saat itu, marak penipuan tentang kenaikan biaya transfer bank hingga Rp 150.000.
Mereka yang tidak setuju dengan kenaikan tersebut diminta untuk mengisi formulir.
Data dari form inilah yang dimanfaatkan penipu dalam kasus penipuan online dengan modus undangan digital.
Dengan kata lain, kredensial bank dari sejumlah pengguna sudah bocor ke tangan penipu.
“Pada aksi phishing sebelumnya pada pertengahan tahun 2022, banyak korban pengguna m-banking yang tertipu dan memberikan kredensial m-banking kepada penipu karena diancam akan dikenai biaya transfer bulanan Rp. 150.000,” kata Alfons, Sabtu (28/1/2023).
Selain itu, menurut Alfons kemungkinan dari kebocoran sistem penyelanggara m-banking sehingga kredensial bank pengguna sampai ke penipu.
“Kemungkinan kedua, pengelolaan dan pengamanan data kredensial dari penyelenggara m-banking kurang baik, sehingga kredensialnya bisa bocor dan jatuh ke tangan penipu,” ujar Alfons.
Kemungkinan lainnya adalah para penipu saling berbagi data kredensial bank yang sudah didapat sebelumnya.
Dari sejumlah data itu, bila digabungkan dengan data OTP yang diperoleh melalui aplikasi APK, maka penipu bisa mendapatkan akses ke rekening pengguna melalui m-banking dan menguras uang di dalamnya.
Tips Mengamankan Data Bank
Apabila Anda adalah salah satu pengguna yang sempat atau merasa mengisi formulir kasus phising bermodus kenaikan biaya transfer bank, maka dapat diasumsikan bahwa data kredensial bank Anda bocor.
Untuk mencegar risiko lebih lanjut, Alfons menyarankan masyarakat agar segera mengganti password dan PIN persetujuan transaksi m-banking.
Selain itu, Anda juga dapat mengganti akun atau memilih penyedia m-banking yang berbeda agar lebih yakin data Anda aman.
“Jika Anda masih ragu (ganti password), pertimbangkan untuk mengganti akun m-banking atau memilih penyedia m-banking yang memberikan pengamanan lebih baik,” kata Alfons.
Adapun untuk pihak penyedia m-banking, Alfons menyarankan agar menerapkan verifikasi “What You Have” untuk perpindahan akun m-banking ke ponsel baru atau nomor ponsel baru.
Dengan kata lain, pihak bank perlu memverifikasi kartu ATM, KTP asli, hingga fisik pemilik rekening, alih-alih hanya User ID, Password, PIN persetujuan transaksi dan kode OTP.
Alfons juga menyarankan pemerintah dan lembaga keuangan terkait untuk menentukan standar pengamanan transaksi keuangan digital yang ketat termasuk untuk m-banking, agar tidak mudah dieksploitasi.