Terkuak, 2 Biang Kerok Yang Bikin Banyak Asuransi Bermasalah
2 min readHarianjabar.com – Maraknya kasus gagal bayar asuransi telah menyita perhatian publik. Baru-baru ini, viral aksi nasabah asuransi Wanaartha meminta pertolongan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada acara Imlek Nasional di Lapangan Banteng (29/1/2023) lalu.
Nasib kasus PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanartha (Wanaartha Life/WAL) sendiri masih menggantung. Terhitung, kerugian nasabah akibat gagal bayar PT WAL mencapai sekitar Rp15 triliun. Tidak hanya PT WAL, ada dua kasus gagal bayar asuransi lainnya juga masih menggantung.Antara lain PT Asuransi Jiwa Kresna (AJK) atau Kresna Life dengan total kerugian mencapai sekitar Rp 6,4 triliun dan PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dengan total kerugian kurang lebih Rp13 triliun.
Atas maraknya kasus gagal bayar oleh asuransi dalam negeri tersebut, pengamat hukum menilai ada dua permasalahan yang mendasar, yakni permasalahan internal dan eksternal.”Permasalahan internal diantaranya, manajemen perusahaan asuransi yang tidak menjalankan GCG (good corporate governance) secara pruden dan disiplin.Sejalan dengan hal itu, terkadang perusahaan asuransi juga tidak menjalankan risk management secara melekat dan ketat,” kata pengamat asuransi Dedy Kristianto, Kamis (2/2/2023).
Oleh karena itu, kata Dedy, produk-produk asuransi yang dijual terkadang menyalahi aturan dan kaidah yang semestinya. Sehingga bisa menjanjikan manfaat dan imbal balik kepada nasabah yang tidak masuk akal dan itu ia ibaratkan seperti meninggalkan ‘bom waktu’.
Dedy melanjutkan, faktor internal lainnya adalah adanya kepentingan pribadi dari para pemilik saham perusahaan seperti halnya pada kasus Wanaartha Life. Selanjutnya, bagaimana perusahaan asuransi memandang agen sebagai ‘collecting premium’ saja, lantas tidak dibekali dengan pemahaman yang cukup akan product yang dijual, bagaimana pelayanan secara berkelanjutan kepada nasabah.
Imbasnya, ada banyak agen yang salah dalam menjelaskan dan tidak tahu kemana bagaimana kelanjutannya setelah penutupan asuransi dilakukan.Sementara itu, faktor eksternal dari maraknya kasus gagal bayar asuransi ini terletak pada regulator yang dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam hal ini, Dedy menilai maraknya kasus asuransi lantaran OJK periode sebelumnya tidak melakukan pengawasan pada industri asuransi secara ketat dan melekat.
“Seharusnya OJK melakukan pengawasan dari hulu hingga hilir pada perusahaan asuransi dan tidak hanya mengeluarkan regulasi-regulasi bagi industri tanpa pengawasan dan kontrol implementasinya. Kita bisa berharap pada OJK jilid sekarang ini yang mulai terlihat pengawasannya secara baik pada industri berkaca pada permasalahan perusahaan asuransi sebelumnya,” pungkasnya.