Indonesia dan 4 negara usulkan kebaya ke ICH UNESCO
3 min readHarianjabar.com – Indonesia bersama Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam serta Thailand mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Kelima negara di Asia Tenggara yang mengenal kebaya sebagai busana tradisional perempuan ini mengusulkan melalui mekanisme nominasi bersama atau joint nomination.
“Proses pengusulan dimulai ketika Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta pada 2021,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid di Hotel Pullman Central Park, Jakarta, Selasa.
Hilmar menjelaskan pertemuan Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia kala itu membicarakan pengusulan bersama bagi beberapa warisan budaya takbenda yang memiliki sejarah yakni salah satunya kebaya.
Ia menuturkan setelah berdiskusi kemudian disepakati mengajak negara anggota ASEAN lain yang turut memiliki tradisi kebaya untuk bergabung dalam nominasi bersama kebaya ini.
Sementara itu, untuk mekanisme nominasi bersama atau joint nomination sendiri telah dikembangkan oleh UNESCO pada 2008 sebagai upaya merealisasikan tujuan Konvensi UNESCO 2003 atau Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.
UNESCO 2003 merupakan upaya meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menghormati keragaman budaya serta memberikan pengakuan terhadap praktik dan ekspresi komunitas di seluruh dunia dalam upaya pelindungan warisan budaya takbenda.
Adanya mekanisme nominasi bersama, Hilmar menegaskan penetapan elemen budaya ke dalam daftar ICH bukan pengakuan terhadap suatu negara atas hak paten atau hak kekayaan intelektual warisan budaya. Ia mengatakan mekanisme nominasi bersama ini justru merupakan kontribusi negara pihak pengusul dalam mempromosikan keberagaman budaya dan mendorong dialog antarkomunitas.
Ia melanjutkan, pengusulan Kebaya melalui nominasi bersama juga sekaligus menjadi momentum dalam memperkuat persatuan dan solidaritas regional ASEAN.
Menindaklanjuti proses nominasi bersama, pemerintah melalui Kemendikbudristek pun menyelenggarakan kegiatan Workshop Pengusulan Kebaya Sebagai Nominasi Bersama 2023.
Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan kerja sama di bidang kebudayaan di antara negara ASEAN melalui pengisian bersama naskah nominasi Kebaya.
Kegiatan tersebut juga dapat menjadi bagian dari momentum Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 untuk memainkan peran penting dalam memperkuat kolaborasi di antara negara-negara anggota ASEAN.
Hilmar berharap melalui adanya workshop yang melibatkan keempat negara termasuk dari budayawan dan komunitas kebaya maka akan dapat memberikan gambaran mengenai tujuan ICH UNESCO.
Ia turut berharap tidak lagi terjadi kesalahpahaman yang menganggap bahwa ICH UNESCO adalah pengakuan terhadap asal-usul suatu warisan budaya takbenda atau pengakuan terhadap hak paten/hak kekayaan intelektual.
“Ini melainkan untuk secara harmonis melindungi warisan budaya bersama tersebut,” tegas Hilmar. Sebelumnya, Parade 1.000 perempuan berkebaya menghiasi kemeriahan hari kedua festival kebaya bertajuk “Lengang Bali Pertiwi” di Badung, Bali, Jumat.
Festival budaya yang diinisiasi oleh koalisi tradisikebaya.id tersebut tengah mengupayakan agar Kebaya sebagai warisan luhur asli dari Indonesia diajukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage) ke UNESCO.
Peni Cameron, Pembina Yellow Garden Community mengatakan festival Lenggang Bali Pertiwi merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan kampanye budaya yang sudah dilakukan sebelumnya oleh berbagai komunitas lainnya.
Menurut Peni, Bali tidak hanya dikenal dunia karena keindahan alamnya saja, tetapi secara frekuensi Bali masih sering menggunakan pakaian adat daerah dalam kesehariannya.
“Lenggang Bali Pertiwi merupakan kegiatan yang unik dalam penyampaian aspirasi masyarakat Bali terhadap situasi yang sedang terjadi dan berkembang dengan filosofi gerakan lenggang, yang artinya penuh keindahan agar cita-cita tercapai tanpa dengan caracara frontal,” kata dia.
Selain itu, menurut Peni, Bali memang sangat terkait dengan adat budayanya yang masih kental di mana kebaya selain dipakai untuk upacara dan kegiatan adat, juga selalu dipakai untuk pesta perkawinan