Hukuman 20 Tahun Bui Bagi Pembunuh Purnawirawan TNI di Lembang
2 min readBandung (harianjabar.com) – Masa depan Henry Hernando (30) harus dihabiskan di dalam penjara dengan waktu yang lama. Sebab dia bakal menjalani hukuman selama 20 tahun penjara.
Henry merupakan terdakwa kasus pembunuhan seorang pensiunan tentara yakni Letkol TNI Muhammad Mubin. Henry pun divonis penjara 20 tahun karena terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Henry hadir secara virtual dari rumah tahanan Lapas Narkotika IIA Jelekong, Kabupaten Bandung.
Vici Valentino yang menjadi majelis hakim ketua, membacakan putusan dalam sidang vonis terhadap Henry. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa penjara selama 20 tahun,” kata Vici.
Henry dijatuhi hukuman 20 tahun penjara lantaran terbukti secara sah melakukan tindakan pembunuhan berencana dan dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Menyatakan Henry Hernando terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dalam dakwaan premier,” tegasnya.
“Menetapkan masa penahanan yang telah dilakukan terdakwa dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa tetap ditahan,” tambahnya.
Dia menambahkan terdapat barang bukti yang dirampas dan dimusnahkan. Kemudian ada juga barang bukti yang dikembalikan.
“Satu unit DVR, Digital Video Recording, satu unit mobil pick up dikembalikan kepada saksi Salim. Membebankan kepada terdakwa biaya perkara sebesar Rp 5 ribu,” ucapnya.
Sidang vonis yang dimulai pada pukul 10.00 WIB hingga 11.30 WIB ini diwarnai aksi teriak-teriak dari pengunjung di akhir persidangan. Pengunjung meneriakkan kata banding.
“Banding, banding, banding,” teriak pengunjung sidang.
Sementara Hotma Agus selaku pengacara Henry menuturkan, bakal mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya pascavonis yang diberikan kepada kliennya tersebut.
Meski sudah dijatuhi vonis yang cukup lama, namum kuasa hukum korban mengaku kecewa dengan hasil putusan yang diberikan hakim PN Bale Bandung.
“Sungguh sangat kecewa hari ini. Awalnya memang kita di kecewakan dengan keterangan yang diberikan oleh pihak kepolisian maupun dari pihak berwenang lain. Menurut kami rasa keadilan tidak akan di dapat. Tapi kemudian itu terbantahkan dengan adanya pernyataan yang disampaikan oleh jaksa. Saat itu sangat mewakili perasaan kami sebagai keluarga korban, tentunya rasa keadilan,” kata Muchtar.
Menurutnya putusan kali ini adalah anti klimaks. Padahal jaksa penuntut umum awalnya mengharapkan agar terdakwa bisa diberi ganjaran setimpal, yakni hukuman mati.
“Ternyata hari ini terjadi anti klimaks. Jaksa sudah bertahan dengan hukuman mati. Pertama di tuntutan, kedua di replik. Tetapi yang saya lihat hari ini ada dissenting opinion yang disampaikan salah satu hakim. Ini yang membuat kecewa, rupa-rupanya majelis lebih mengedepankan itu,” bebernya.
Dia menegaskan saat ini akan melakukan upaya hukum banding. Sehingga dirinya akan mendorong ke tim JPU.
“Kami sebagai tim kuasa hukum sudah mendelegasikan kepada kejaksaan. Oleh karena itu upaya kami yang terakhir adalah mendorong jaksa supaya ini banding. Jadi harus banding ini,” pungkasnya.