Reaksi Kemenkes hingga IDI soal Viral Pengobatan Ala Ida Dayak
3 min readJakarta (harianjabar.com) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara perihal viral praktik pengobatan Ida Dayak yang belakangan dipercaya masyarakat sebagai tabib yang mampu menyembuhkan sejumlah penyakit tanpa harus melakukan tindakan medis seperti operasi.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan pemerintah melalui dinas kesehatan setempat bakal melakukan pembinaan terhadap praktik pengobatan tradisional ataupun tenaga penyehat tradisional (Hatra) agar mereka memiliki surat terdaftar penyehat tradisional (STPT).
“Kami lakukan pembinaan termasuk pengawasan koordinasi melalui dinas kesehatan. Tenaga penyehat tradisional bisa dibagi berdasarkan modalitas yaitu, ketrampilan, ramuan, dan campuran. Berdasarkan itu kita lakukan pembinaan ya supaya masyarakat tidak dirugikan,” kata Nadia
Nadia melanjutkan regulasi terkait Hatra telah termaktub dalam sejumlah peraturan. Di antaranya PP Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Kemudian Permenkes Nomor 15 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.
Regulasi lainnya yakni Permenkes Nomor 61 Tahun 2016 Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, Permenkes Nomor 37 Tahun 2017 tentang pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi serta UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Nadia juga menyadari bagaimanapun Indonesia memiliki warisan budaya termasuk pengobatan tradisional. Namun hal itu menurutnya tetap harus didukung penelitian empiris serta berdasarkan kajian ilmiah, sehingga ia meminta masyarakat tetap waspada dan berhati-hati saat memilih menggunakan pengobatan alternatif ketimbang medis.
“Jadi misalnya seseorang yang kena penyakit kanker, itu jangan sampai terlambat karena berobat tradisional. Karena sudah ada metode yang memang bisa menyembuhkan 100 persen kalau dilakukan pengobatan pada stadium dini,” ujar Nadia.
Respons IDI
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi menjelaskan ilmu-ilmu lain di luar kedokteran bisa disebut dengan pengobatan tradisional komplementer. Rata-rata, kata dia, memang tak memerlukan pemeriksaan menyeluruh dalam menangani pasiennya. Termasuk cara pengobatan yang dilakukan oleh Ida Dayak.
Adib menyebut tak bisa serta merta mengatakan hal yang dilakukan Ida sebagai hal yang salah atau benar secara medis. Sebab, dasar yang dipakai untuk pengobatanya pun sudah sangat berbeda.
“Kita menganggap dalam konteks ini, kita mengapresiasi sebagai landasan sosiologis terkait pengobatan yang dilakukan ibu Ida. Tapi secara kedokteran ini tidak ada kaitannya,” kata Adib di Gedung PB IDI, Jakarta Pusat, Selasa (4/4).
Sementara dalam ilmu medis, sambung Adib, memang harus ada dasar yang didapat dari pemeriksaan. Hal ini agar dokter bisa mengambil tindakan yang tepat.
Ia menyebut dalam ilmu medis ada satu pola dasar yang digunakan untuk merawat pasien dengan trauma tulang misalnya. Seperti saat sebelum melakukan pengobatan, pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mengetahui jenis cedera yang dialami pasien.
“Mulai dari pemeriksaan fisik, kemudian dilanjut dengan anamnesa atau pemeriksaan penunjang, baru dilakukan diagnosa dan penatalaksanaan,” kata dia.
Adapun terkait apakah pasien yang ditangani Ida ini benar-benar sembuh dari penyakitnya, Adib juga tak bisa memastikan lebih lanjut. Menurutnya, hal ini harus dilakukan dengan pemeriksaan menyeluruh.
Ia mengaku perlu bertemu dengan para pasien tersebut untuk melihat kondisi tubuhnya setelah dinyatakan sembuh melalui pengobatan Ida Dayak.
Adib sekaligus mengingatkan agar masyarakat tetap melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan kesembuhan setelah melakukan pengobatan ke Ida Dayak.
“Dan saya kira buat kita di ortopedi, ada yang istilahnya saingan atau tidak, tidak ada yang seperti itu, karena ini sekali lagi, masyarakat tentu mempunyai pilihan dan kita tidak bisa menapikkan sebuah harapan kesembuhan,” ujar Adib.