• Sun. Sep 24th, 2023

Blak-blakan Bos Pertamina Sulap 6 Kilang Minyak Jadi Ramah Lingkungan

Jakarta (harianjabar.com) – PT Pertamina (Persero) berencana mengubah enam kilang yang beroperasi saat ini untuk menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan. Hal itu untuk mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan 6 kilang yang mau disulap itu akan diubah menjadi green refinery dan menghasilkan produk petrokimia. Hal ini sebagai komitmen perseroan mengembangkan produk rendah karbon dari aset minyak dan gas (migas) yang sudah ada.

“Jadi nanti ada 6 kilang kita itu yang 3 akan kita convert menjadi green refinery yang menghasilkan biofuel dan 3 lagi ini kita kembangkan kita integrasikan dengan petrochemical untuk menghasilkan petrochemical,” kata Nicke usai acara ASEAN-Indo Pacific Forum (AIPF) di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/9/2023) kemarin.

Nicke menyebut setiap negara memiliki jalan berbeda untuk menuju emisi nol bersih. Pertamina sudah punya roadmap tersendiri untuk mencapai ke sana, salah satunya dengan tetap menjaga keamanan energi (energy security).

“Kita tidak boleh mengorbankan energy security atas nama apapun. Jadi kita tetap menjaga pasokan energi yang hari ini masih diperlukan oleh Indonesia, tetapi kita kurangi karbonnya,” jelasnya.

Dengan memanfaatkan aset yang ada, Pertamina masih bisa mengembangkan produk rendah karbon dan menyerap tenaga kerja. Hasilnya telah berhasil penurunan karbon emisi pada operasional mencapai 31% sampai akhir tahun lalu.

“Kita pun akan mengembangkan blue hydrogen dari gas karena sumber daya gas kita juga banyak reserve-nya. Jadi kita akan mulai masuk ke hydrogen ammonia untuk transportasi dan energi,” tambahnya.

Transisi Energi Bukan Hanya Kurangi Emisi
Nicke menyatakan transisi energi yang sedang didorong pemerintah harus bisa menciptakan kemandirian bangsa. Maksudnya kemandirian yakni menggunakan sumber daya energi yang telah dimiliki Indonesia.

Nicke mengatakan Indonesia harus bisa memanfaatkan energi yang ada terlebih dahulu untuk transisi energi. Pasalnya Indonesia memiliki sumber daya alam yang cukup potensial untuk mencapai zero emission.

“Kita harus mulai dari apa yang kita miliki karena bagi Pertamina, bagi Indonesia khususnya, transisi energi bukan hanya sekadar mengurangi karbon emisi tetapi harus menciptakan kemandirian energi nasional, itu yang paling penting,” katanya.

Nicke menyebut setidaknya ada tiga struktur biaya dalam menjalankan transisi energi yakni bahan baku (feedstock), pengolahan (processing) dan teknologi. Dengan memanfaatkan sumber daya energi yang ada, Indonesia dapat meminimalisir struktur biaya tersebut.

“Kalau pasar kita punya. Sekarang kalau kita bicara apa sih green business yang bisa kita garap? Ya kita punya feedstock-nya, kita punya market, tinggal di tengah-tengah nih kita perlu teknologi. Teknologi di awal-awal pasti mahal, tetapi kita bisa buktikan dalam 10 tahun terakhir solar PV (photovoltaic) technology itu bisa turun lebih dari 70%,” tegas Nicke.

Kalau resource-nya ada, marketnya ada, maka tantangan teknologi, tantangan finance ini dengan sendirinya bisa kita kolaborasikan. Kan pasarnya bagus sekali,” tambahnya.

Meski begitu, Nicke mengakui masih terdapat pekerjaan rumah (PR) Indonesia dalam menjalankan transisi energi yakni sumber daya manusia (SDM) yang melek dengan energi masa depan. Hal itu bisa disiasati dengan cara kolaborasi.

“Menurut saya Indonesia memiliki peluang yang sangat besar karena kita mempunyai sumber daya energi yang luar biasa, kita punya pasar juga. Jadi di tengah ini, dengan kolaborasi sekarang banyak yang bekerjasama dengan kita karena melihat potensi itu besar sekali. Jadi kita harus optimis dengan itu,” pungkasnya.

 28 total views