Segini Uang Pajak Warga RI Selama 2023
4 min readharianjabar.com –
Penerimaan pajak hingga 12 Desember 2023 telah berhasil mencapai 101,3% atau sebesar Rp1739,8 triliun dari target APBN 2023.
Capaian penerimaan pajak tersebut berhasil melampaui target yang pada awalnya ditetapkan berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2023 tentang APBN 2023 yang targetnya ditetapkan sebesar Rp 1.718 triliun.
Namun, jika mengikuti target revisi menurut Perpres 75/2023 sebesar Rp 1.818,2 triliun, maka pencapaian penerimaan pajak hingga 12 Desember 2023 baru mencapai 95,7%.
Jika ditelisik secara tren, penerimaan pajak hingga akhir 2023 terus menunjukkan kinerja positif. Misalnya saja pada 2021, penerimaan pajak mampu tumbuh 19,3% setelah terkontraksi pada 2020 sebesar 19,6%.
Kemudian, pada tahun 2022 penerimaan pajak berhasil tumbuh sebesar 34,3%. Sementara pada tahun ini jika mencapai target revisi diperkirakan akan tumbuh lebih lambat dari tahun lalu, hanya sekitar 5,9% secara tahunan.
Pertumbuhan penerimaan pajak lebih lambat dibandingkan tahun lalu terutama disebabkan oleh penurunan signifikan dari harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Berdasarkan jenis pajak, mayoritas berhasil tumbuh positif walau cenderung lebih rendah dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Pertumbuhan paling tinggi di tahun ini datang dari kelompok pajak pertambahan nilai (PPN) DN sebesar 18% secara tahunan (yoy).
Sementara kelompok pajak yang masih terkontraksi ada PPh 22 impor dan PPN impor akibat penurunan nilai impor, komoditas migas, dan non migas. Kemudian PPh Final masih terkoreksi karena kebijakan PPS yang sudah tidak diperpanjang lagi, meskipun penerimaan dari sumber lainnya seperti PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan, Persewaan Tanah/Bangunan, dan Jasa Konstruksi menunjukkan peningkatan.
Kendati tumbuh melambat,Menteri Keuangan, Sri Mulyani meyakini jajaran Ditjen Pajak mampu mencapai angka revisi Rp1.818,2 triliun.
“Nanti Pak Suryo (Dirjen Pajak) sampai dua minggu kedepan dapat mencapai revisinya, yaitu Rp 1.818 triliun penerimaan pajak,” tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (15/12/2023).
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo saat konferensi pers APBN di Jakarta, Jumat (15/12/2023) mengatakan, untuk mengejar target pajak hingga 100% hingga akhir tahun, Ditjen Pajak masih memiliki sejumlah potensi penerimaan, diantaranya pembayaran PPh masa untuk pajak penghasilan badan yang biasanya paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
“Nah hari ini tanggal 15 nya, jadi hari ini kita juga terus awasi, lalu PPN masa yang biasanya dibayar paling lambat akhir bulan apalagi Desember ini hari kerja terakhir tanggal 29, itu hari Jumat. Sehingga kita pastikan pembayarannya tidak carry forward ke 2024,” kata Suryo.
Di sisi lain, Suryo melanjutkan, ada juga potensi potongan pajak dari penyelesaian pembayaran belanja kementerian dan lembaga yang pada akhir bulan ini bisa mencapai Rp 500 triliun sendiri belanjanya.
“Sehingga ini terus kita awasi sampai dengan akhir periode, di samping itu pemotongan dan pungutan pajak yang sifatnya transaksional, seperti atas dividen yang dibayar di dalam maupun luar negeri,” tegas Suryo.
Perubahan Kebijakan & Diskon Pajak 2023
Jika melihat secara historis, ada beberapa perubahan kebijakan pajak yang berlaku sejak Januari 2023 lalu. Sejak diundangkan pada Desember 2022, pemerintah telah menerbitkan 4 (empat) Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Adapun, 4 (empat) PP ini mencakup PP 44/2022, PP 49/2022, PP 50/2022, dan PP 55/2022. Misalnya saja, merujuk pajak PP 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh, pemerintah secara resmi mengatur tarif baru pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atau karyawan yang berlaku mulai 1 Januari 2023.
Penerimaan pajak (Rp triliun)
Dalam aturan tersebut, orang pribadi atau karyawan yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan tidak dikenakan pajak dikarenakan di bawah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Adapun. PTKP yang berlaku adalah Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun
Dengan begitu, karyawan dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas akan dikenakan pajak setiap bulannya dengan bracket tarifnya paling rendah, yaitu 5%. Sementara itu, aturan ini juga mengatur pajak bagi para pedagang yang usahanya dijalankan sendiri atau UMKM orang pribadi. Dalam hal ini para pedagang warung kopi, warteg, dan warmindo dengan omzet maksimal Rp 500 juta per tahun baru dikenakan pajak.
Selain itu, pemerintah juga menerapkan program insentif yaitu gratis PPN atau PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% untuk rumah komersial baru di bawah harga Rp 2 miliar.
Tak tanggung-tanggung, kebijakan tersebut juga diperpanjang hingga 2024 dan dinaikkan untuk rumah seharga sampai Rp5 miliar, yang berlaku mulai November 2023 lalu.
PPN DTP 100% akan diberikan untuk pembelian rumah komersial baru dengan batas harga di bawah Rp 2 miliar per unitnya. Namun insentif ini juga akan diperluas untuk pembelian rumah dengan harga sampai Rp5 miliar, atau di atas Rp2 miliar sampai Rp5 miliar.
Sri Mulyani menegaskan, fasilitas PPN DTP akan diberikan untuk pembeli rumah 1 rumah per 1 NIK atau 1 NPWP. Program ini akan berlangsung selama 14 bulan, mulai November 2023 hingga Desember 2024.
“PPN DTP 100% untuk rumah seharga Rp2 miliar, juga Rp2-5 miliar diberlakukan sampai dengan bulan Juni 2024. Dalam hal ini dari November 2023-Juni 2024 PPN yang di-DTP adalah 100%. Mulai Juli 2024 hingga Desember 2024, PPN DTP adalah hanya 50%-nya,” terangnya.
Dengan berbagai kebijakan diskon pajak, Sri Mulyani memastikan pencapaian tahun ini akan cukup menggembirakan karena artinya 7,3%, dibandingkan penerimaan pajak tahun lalu yang di atas 30%.
“Jadi ini 30% (tahun lalu) dan masih tumbuh lagi di atas 7,3% (tahun ini),” paparnya.
Jika dilihat secara keseluruhan, pendapatan negara per 12 Desember 2023 telah mencapai Rp 2.553,2 triliun atau 103,7% dari target di UU APBN 2023 dan mencapai 96,8% dari target revisi, serta tumbuh 4,1% secara tahunan.