NATO Buat Kejutan di Pintu Gerbang Rusia, Ini Reaksi Putin
2 min readharianjabar.com –Rusia bereaksi atas langkah aliansi militer Barat, NATO, yang menggelar latihan besar-besaran tatkala hubungan keduanya memanas setelah perang di Ukraina.
Sebelumnya, NATO pada pekan lalu meluncurkan latihan yang dinamakan Steadyfast Defender 2024. Latihan tersebut, yang dianggap sebagai latihan terbesar NATO dalam beberapa dekade terakhir, melibatkan sekitar 90.000 tentara dari seluruh 31 negara anggota serta Swedia.
Menurut Panglima Tertinggi NATO untuk Eropa Christopher Cavoli, latihan itu akan berlangsung hingga Mei.
Tercatat juga bahwa sekitar 1.100 kendaraan tempur, termasuk 133 tank dan 533 kendaraan tempur infanteri, serta lebih dari 50 kapal angkatan laut dan 80 helikopter, drone, dan jet tempur akan ambil bagian dalam latihan tersebut.
Mengomentari latihan perang tersebut, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menekankan bahwa NATO selalu dimaksudkan sebagai instrumen konfrontasi yang dikendalikan oleh Washington. Menurutnya, hal ini sangat mengancam Rusia.
“Aliansi ini, pada kenyataannya, disusun, dibentuk, dikonfigurasikan, dan saat ini dikelola oleh Amerika Serikat justru sebagai instrumen konfrontasi. Instrumen ini terus menjalankan perannya dan, tentu saja, ini merupakan ancaman bagi kami,” katanya dikutip dari Russia Today, Jumat (2/2/2024).
Peskov menambahkan bahwa Moskow akan terus mengambil tindakan yang sesuai sebagai tanggapannya, terutama ketika NATO terus memperluas infrastruktur militernya menuju perbatasan Rusia.
Peluncuran latihan militer NATO terjadi ketika sejumlah pejabat dari negara-negara anggotanya, termasuk Inggris, Jerman, dan Estonia, mendesak blok tersebut untuk bersiap menghadapi konfrontasi militer skala penuh dengan Rusia dalam waktu dekat.
Permintaan mereka ini didasarkan kekhawatiran bahwa Moskow punya rencana untuk menyerang Eropa dalam beberapa dekade mendatang.
Rusia dengan keras membantah rencana tersebut dan menyebut klaim tersebut sebagai hoax. Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa negaranya tidak mempunyai kepentingan secara geopolitik, ekonomi, atau militer dalam melancarkan perang melawan NATO.
“Kami lebih memilih untuk mengembangkan hubungan dengan blok itu,” tambahnya.
Sementara itu, perang skala besar yang pecah antara Ukraina dan Rusia pada Februari 2022 lalu turut menyeret oleh NATO. Moskow mengaku serangan ini dilakukan karena niatan Kyiv ikut bergabung dengan blok itu.
Sejauh ini, NATO masih terus memberikan dukungan persenjataan kepada Ukraina. Meski begitu, kelompok militer Barat itu belum secara langsung ikut terlibat dalam perang antara dua negara bekas Uni Soviet itu.