
SUKABUMI — 23 Juli 2025 Fenomena kekerasan terhadap anak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kembali menjadi sorotan. Data terbaru dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Sukabumi mencatat bahwa sejak Januari hingga Juli 2025, sebanyak 65 anak menjadi korban kekerasan, baik fisik, psikis, maupun seksual.
Yang lebih memprihatinkan, mayoritas pelaku kekerasan justru berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti keluarga, tetangga, guru, hingga teman sebaya.
Rinciannya: Kekerasan Seksual Paling Dominan
Kepala DP3A Kabupaten Sukabumi, Dr. Hj. Eny Nuraeni, dalam keterangannya menyampaikan bahwa dari 65 kasus yang tercatat, lebih dari 60% merupakan kekerasan seksual. Korban didominasi oleh anak perempuan berusia 6 hingga 15 tahun.
“Fakta ini sungguh mengkhawatirkan. Anak-anak yang seharusnya berada di lingkungan aman justru menjadi korban oleh orang-orang yang mereka kenal dan percayai,” ujar Eny dalam konferensi pers di Pendopo Sukabumi, Selasa (23/7).
Pelaku Seringkali Adalah Orang Terdekat
Berdasarkan penelusuran tim pendampingan, sebanyak 70% pelaku kekerasan merupakan orang yang berada dalam lingkup terdekat korban, termasuk ayah tiri, paman, sepupu, guru mengaji, dan teman bermain.
“Banyak kasus yang menunjukkan pelaku adalah orang yang punya akses ke rumah atau ruang pribadi korban. Ini memperlihatkan pentingnya pengawasan dan pendidikan literasi seksual di lingkungan rumah,” tambah Eny.
Kasus yang Diungkap Hanyalah Puncak Gunung Es
DP3A mengakui bahwa angka 65 kemungkinan masih jauh dari jumlah sebenarnya karena banyak kasus tidak dilaporkan akibat tekanan, rasa malu, atau ketidaktahuan korban dan keluarga mengenai mekanisme pelaporan dan perlindungan hukum.
“Kami yakin angka riil lebih besar. Banyak anak yang masih takut berbicara karena pelaku adalah figur dominan di keluarga atau komunitasnya,” jelas Eny.
Upaya Pemkab Sukabumi: Pendampingan dan Edukasi
Pemerintah Kabupaten Sukabumi bekerja sama dengan pihak kepolisian, LSM, serta organisasi keagamaan untuk meningkatkan edukasi dan pengawasan terhadap kekerasan anak.
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
- Penyuluhan rutin ke sekolah dan madrasah
- Peningkatan kapasitas guru dan orang tua tentang perlindungan anak
- Aktivasi layanan pengaduan cepat di nomor darurat dan media sosial
- Pendampingan hukum dan psikologis gratis bagi korban
Psikolog: Efek Jangka Panjang Bisa Fatal
Psikolog anak dan keluarga dari Universitas Padjadjaran, Dr. Ika Marzuki, menekankan bahwa kekerasan terhadap anak, terutama seksual, bisa berdampak panjang terhadap kesehatan mental korban.
“Trauma akibat kekerasan bisa menyebabkan gangguan kecemasan, depresi, hingga kesulitan menjalin hubungan sosial di masa depan. Penanganan harus holistik: dari aspek medis, psikologis, hingga pemulihan sosial,” katanya.
Masyarakat Diminta Tidak Diam
DP3A mengimbau agar masyarakat tidak ragu untuk melapor jika mengetahui adanya tindakan kekerasan terhadap anak. Keamanan dan identitas pelapor dijamin oleh undang-undang.
“Melindungi anak adalah tanggung jawab bersama. Jangan tutup mata, karena satu laporan bisa menyelamatkan masa depan seorang anak,” tegas Eny.
Kekerasan Anak adalah Alarm Sosial
Maraknya kekerasan terhadap anak di Sukabumi menjadi cermin bahwa perlindungan anak masih memiliki celah besar, bahkan di lingkungan terdekat mereka. Kasus ini menjadi alarm sosial bahwa edukasi, pengawasan, serta keberanian untuk melapor harus ditingkatkan.
Anak-anak adalah generasi masa depan. Mereka berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan bebas dari ancaman kekerasan.