
Bekasi, HarianJabar.com – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai salah satu proyek unggulan pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi anak bangsa kini tengah menghadapi ujian besar. Per 22 September 2025, tercatat sebanyak 4.711 orang menjadi korban keracunan menu MBG di tujuh wilayah Indonesia.
Dugaan sementara penyebab insiden tersebut berasal dari kesalahan Standar Operasional Prosedur (SOP) pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam mengolah bahan baku makanan. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait keamanan pangan dalam pelaksanaan program yang menyasar jutaan pelajar di Indonesia.
Peringatan yang Sudah Lama Disuarakan
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, sejatinya sudah mengingatkan potensi masalah ini jauh sebelum insiden terjadi. Dalam sebuah kesempatan saat menjadi narasumber Podcast Jurnalistik Inilah.com, ia mengungkapkan bahwa terdapat dua risiko besar dalam pelaksanaan MBG: penyalahgunaan anggaran dan gangguan kesehatan akibat pengolahan makanan yang tidak tepat.
“Terus terang ada dua risiko yang besar dalam program makan bergizi gratis yaitu penyalahgunaan anggaran dan gangguan kesehatan akibat makanan yang tidak proper dimasak. Dari dua risiko itu saya lebih takut kepada yang nomor dua,” ujar Dadan, dikutip Minggu (28/9/2025).

Rantai Risiko yang Panjang
Menurut Dadan, risiko kesehatan dalam program MBG sulit dikendalikan karena rantai pengolahan makanan sangat panjang. Mulai dari proses pemilihan bahan baku, kualitas yang kadang tidak terjamin, hingga teknis pengolahan di dapur yang bisa saja tidak sesuai standar.
“Nah risiko yang kedua, di mana ada pengaruh dari masakan terhadap aspek kesehatan, karena rantainya panjang. Mulai dari pemilihan bahan baku, kadang-kadang bahan bakunya ada yang sudah jelek kemudian ketika masak ada gangguan teknis,” jelasnya.
Kesalahan kecil dalam rantai pengolahan makanan, jika tidak segera terdeteksi, dapat menimbulkan dampak besar ketika makanan tersebut didistribusikan kepada ribuan siswa secara serentak.
Tantangan Distribusi dan Waktu Konsumsi
Selain faktor pengolahan, keterlambatan konsumsi makanan juga menjadi tantangan tersendiri. Dadan mencontohkan, makanan yang seharusnya dikonsumsi pukul 08.00 pagi justru seringkali baru disantap pada siang hari. Hal ini jelas memengaruhi kesegaran dan kualitas gizi makanan yang diberikan.
“Contohnya, waktu yang mana para anak-anak harus makan jam 8 pagi tapi justru diundur ke siang hari,” kata Dadan.
Lebih jauh, ia menambahkan adanya kemungkinan makanan dibawa pulang oleh siswa. Situasi ini semakin menurunkan kualitas makanan akibat delay kesegaran dan paparan lingkungan yang tidak steril.
“Ada juga anak itu kadang-kadang tidak mau makan, bawa ke rumah, pada saat dibawa ke rumah kan sudah ada delay waktu kesegaran makanan itu, atau faktor yang lain contohnya kondisi masing-masing anak,” jelasnya.
Evaluasi dan Tuntutan Perbaikan
Insiden ribuan korban keracunan MBG menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap program tersebut. Pemerintah bersama BGN perlu meninjau ulang sistem pengadaan bahan baku, standar pengolahan makanan, hingga mekanisme distribusi yang aman.

Selain itu, faktor pengawasan di lapangan juga menjadi kunci. Tanpa kontrol ketat, program yang seharusnya menyehatkan justru bisa menjadi ancaman bagi kesehatan generasi penerus.
Bagi masyarakat, kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah program MBG benar-benar sudah siap dijalankan secara masif? Atau masih membutuhkan uji coba terbatas dengan pengawasan ketat sebelum dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia?
Harapan untuk Keamanan Program MBG
Meski insiden ini mencoreng jalannya program, tujuan mulia MBG tetap penting: menyediakan gizi seimbang bagi anak-anak Indonesia. Namun, agar tujuan itu tercapai, pemerintah perlu belajar dari kesalahan dan memperbaiki seluruh rantai prosesnya.
Dengan pengawasan yang lebih kuat, penggunaan bahan baku yang berkualitas, serta kepatuhan terhadap SOP, program MBG masih bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan anak bangsa.
Ke depan, keberhasilan MBG tidak hanya diukur dari jumlah makanan yang dibagikan, tetapi juga dari jaminan keamanan pangan yang diberikan kepada setiap anak. Karena di balik sebuah piring makanan, ada masa depan generasi bangsa yang dipertaruhkan.