
Bekasi, HarianJabar.com – Dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau kini dikenal sebagai Kereta Whoosh, menjadi sorotan publik dan pakar hukum. Hery Firmansyah, pakar hukum pidana dari Universitas Tarumanegara (Untar), menilai kasus ini berpotensi masuk ranah pidana apabila terbukti ada pihak yang memperoleh keuntungan pribadi atau menyebabkan kerugian negara.
“Bagi pengambil kebijakan, jika ditemukan unsur kickbacks atau tindakan lain yang merugikan keuangan negara dan menguntungkan pihak tertentu, tentu dapat dijerat dengan pasal pidana oleh aparat penegak hukum,” ujar Hery, Rabu (22/10/2025).
Hery menekankan indikasi tindak pidana semakin kuat jika sumber pendanaan proyek bersumber dari APBN. Meski demikian, ia menilai aparat hukum perlu memastikan bukti awal, termasuk mens rea (niat jahat) dan kerugian yang timbul, sebelum menaikkan kasus ke tahap penyidikan.
Sementara itu, Anthony Budiawan, Managing Editor PEPS (Political Economy and Policy Studies), menilai KPK seharusnya segera bertindak. Menurut Anthony, dugaan mark-up proyek KCJB berkisar 20–60 persen. “Sejak awal, proyek KCJB sepanjang 142,3 kilometer ini sarat dugaan korupsi. Sangat aneh kalau KPK masih mempertanyakannya,” ujar Anthony, Selasa (21/10/2025).

Anthony menyoroti perubahan kontraktor dari Jepang ke China. Menurutnya, Jepang hanya berperan sebagai “pendamping” untuk proses tender, sementara China kemudian ditunjuk mengerjakan proyek dengan biaya awal US$5,5 miliar, meningkat menjadi US$6,02 miliar, mendekati penawaran Jepang sebesar US$6,2 miliar.
Perubahan pendanaan proyek juga menjadi sorotan. Awalnya, proyek dijalankan tanpa APBN. Namun, melalui Perpres Nomor 93 Tahun 2021, pembiayaan dapat menggunakan APBN melalui penyertaan modal negara (PMN) dan penjaminan pemerintah. Kebijakan ini diperkuat melalui PMK Nomor 89 Tahun 2023 terkait pemberian penjaminan pemerintah untuk percepatan proyek KCJB.
Anthony menilai fakta ini menunjukkan adanya penyimpangan besar, karena proyek awalnya tidak dibiayai APBN, tetapi akhirnya menggunakan anggaran negara. Ia menekankan bahwa praktik ini berpotensi merugikan keuangan negara dan menuntut pengawasan serius dari aparat hukum, termasuk KPK.
Hery dan Anthony sepakat bahwa, jika terbukti ada unsur korupsi atau mark-up, pihak yang bertanggung jawab dapat dijerat hukum pidana. Publik menunggu langkah konkret aparat hukum untuk menindak dugaan penyimpangan dalam proyek strategis nasional ini.