Bekasi, HarianJabar.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengancam akan mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sawit di Kalimantan Timur (Kaltim) yang tidak menjalankan kewajiban program plasma.
“Hari ini kita melakukan rapat koordinasi (rakor), ini provinsi yang ke-24 yang kami datangi untuk membuat rakor,” ujar Nusron usai Rapat Koordinasi Daerah Pertanahan dan Tata Ruang Se-Kalimantan Timur di Samarinda, Jumat (24/10/2025).
Nusron menegaskan, perusahaan perkebunan, termasuk kelapa sawit, wajib menjalankan program plasma minimal 20 persen untuk masyarakat. “Ternyata tadi berdasarkan laporan dari gubernur dan bupati, masih ada pengusaha-pengusaha di Kalimantan Timur yang tidak taat terhadap penyerahan plasma,” ungkapnya.
Kementerian ATR/BPN memastikan akan menindak tegas pengusaha yang tidak patuh. Sanksi terberat yang bisa dijatuhkan adalah pencabutan HGU perusahaan. Nusron menekankan jika diperlukan, izin HGU dapat dicabut.
Ia juga menyoroti pandangan keliru dari sebagian pengusaha yang menganggap plasma bisa diambilkan dari lahan di luar HGU mereka. “Nah, ini akan kami tertibkan,” tegas politikus Partai Golkar itu.

Selain itu, rakor membahas isu tumpang tindih lahan antara Barang Milik Negara (BMN) dengan lahan yang dikuasai masyarakat. Lahan BMN meliputi aset milik pemerintah daerah, BUMN, TNI, dan Polri. Nusron menekankan, penyelesaian sengketa harus berbasis kemanusiaan.
“Kementerian ATR/BPN tidak ingin menggunakan pendekatan hukum yang kaku, karena kalau berbasis hukum itu soal kalah menang dan benar salah. Kami tidak menggunakan rumus itu. Rumus yang dipakai adalah pendekatan kemanusiaan untuk mencari solusi saling menguntungkan (win-win solution),” ujarnya.
Pendekatan ini diharapkan menjaga hak rakyat sekaligus memastikan lahan tetap tercatat sebagai aset negara. Nusron juga menyoroti maraknya alihfungsi kawasan hutan menjadi kebun sawit secara ilegal.
Terkait progres penyelesaian sengketa di Kaltim, Nusron memaparkan data terbaru. “Total sengketa yang tercatat di provinsi tersebut mencapai 689 kasus. Dari jumlah itu, sekitar 300-an kasus atau 48 persen telah berhasil diselesaikan,” katanya.
