HarianJabar.com — Pesan persatuan dan inklusivitas Asia Tenggara menggema kuat di ibu kota Malaysia. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN yang berlangsung hingga 28 Oktober 2025 mencatat sejarah baru: Timor-Leste resmi diterima sebagai anggota ke-11 Komunitas ASEAN.
Suasana haru menyelimuti ruang utama pertemuan ketika Perdana Menteri (PM) Timor-Leste Xanana Gusmao menandatangani Deklarasi Penerimaan Timor-Leste ke dalam ASEAN, disaksikan langsung oleh para pemimpin kawasan termasuk Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan PM Malaysia Anwar Ibrahim selaku tuan rumah.
Momen Haru di Tengah Sejarah Baru
Xanana Gusmao tampak menitikkan air mata ketika status keanggotaan penuh negaranya diumumkan. Dalam pidatonya, ia menyebut bahwa hari tersebut menandai babak baru perjalanan panjang Timor-Leste menuju pengakuan regional.
“Melihat ASEAN sebagai satu keluarga besar, kami meyakini bahwa bergabung bersama ASEAN membuat suara kami lebih didengar di dunia internasional. Jika berdiri sendiri, orang mungkin bertanya, siapa kami—sebuah negara kecil,” ujar Xanana dalam pernyataannya.
PM Xanana juga menegaskan bahwa langkah ini bukan sekadar simbol keanggotaan, melainkan bukti nyata dari “persatuan dalam keberagaman” yang menjadi prinsip utama ASEAN. Ia menyampaikan apresiasi mendalam atas dukungan negara-negara anggota selama proses panjang sejak 2011.
Forging a Resilient and Inclusive Future
KTT ASEAN ke-47 mengusung tema “Forging a Resilient and Inclusive Future Together” atau “Membentuk Masa Depan yang Tangguh dan Inklusif Bersama.” Tema ini mencerminkan semangat kolektif untuk memperkuat ketahanan regional sekaligus menjamin inklusivitas di tengah dinamika global yang kompleks.
Menurut pengamat hubungan internasional, perluasan anggota ASEAN menunjukkan konsolidasi strategis yang tidak hanya memperluas kerja sama ekonomi dan politik, tetapi juga memperkuat posisi tawar Asia Tenggara di panggung global.
Perdamaian Thailand–Kamboja Jadi Tonggak Baru
Selain peresmian Timor-Leste, KTT tahun ini juga melahirkan kesepakatan bersejarah antara Thailand dan Kamboja, dua negara yang selama bertahun-tahun terlibat sengketa perbatasan.
Dalam momentum bersejarah itu, PM Thailand Anutin Charnvirakul dan PM Kamboja Hun Manet menandatangani dokumen perjanjian damai, disaksikan oleh para pemimpin ASEAN serta Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang hadir sebagai tamu kehormatan.
PM Malaysia Anwar Ibrahim menyebut perjanjian tersebut sebagai bukti nyata bahwa ASEAN mampu menjadi wadah solusi damai bagi anggotanya tanpa intervensi pihak luar.
“ASEAN telah membuktikan kedewasaannya. Kita tidak hanya menjadi forum ekonomi, tetapi juga komunitas yang bisa menyelesaikan konflik dengan kepala dingin,” ujar Anwar.

Dukungan Indonesia dan Kedewasaan Diplomasi Regional
Indonesia, yang memiliki sejarah panjang dengan Timor-Leste, menjadi salah satu negara yang paling vokal mendukung proses aksesi ini. Presiden Prabowo Subianto menilai bahwa bergabungnya Timor-Leste adalah bukti kedewasaan diplomasi kawasan dan semangat rekonsiliasi yang sudah tuntas.
“Kita melangkah bersama, meninggalkan masa lalu, dan membangun masa depan yang lebih kuat untuk Asia Tenggara,” ucap Prabowo dalam pernyataan resminya.
Langkah ini juga dipandang sebagai sinyal kuat bahwa ASEAN semakin solid menghadapi tantangan global, dari perubahan iklim hingga ketegangan geopolitik di Laut China Selatan.
Konsolidasi ASEAN Menuju Babak Baru
Bergabungnya Timor-Leste dan berakhirnya konflik Thailand–Kamboja menandai fase baru bagi ASEAN — sebuah kawasan yang kini lebih inklusif, tangguh, dan matang secara politik.
Dengan keanggotaan penuh, Timor-Leste kini berhak terlibat dalam seluruh mekanisme pengambilan keputusan ASEAN, mulai dari Dewan Ekonomi hingga Forum Keamanan Regional. Langkah ini diharapkan membuka peluang investasi, kerja sama pendidikan, serta pertukaran kebudayaan yang lebih luas bagi masyarakat Timor-Leste.
Optimisme untuk Masa Depan Asia Tenggara
KTT ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur bukan sekadar pertemuan diplomatik, melainkan simbol konsolidasi kekuatan Asia Tenggara sebagai kawasan yang stabil, damai, dan berdaulat.
Bagi masyarakat ASEAN, peristiwa ini menjadi pengingat bahwa semangat “satu visi, satu identitas, satu komunitas” bukan sekadar slogan, melainkan cita-cita yang terus diperjuangkan.
