Bekasi, HarianJabar.com – Dalam beberapa minggu terakhir, kritik pedas dan kecaman terkait keamanan pangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengemuka di berbagai media sosial. Banyak laporan keracunan yang muncul setelah warga mengonsumsi hidangan MBG, membuat kepercayaan masyarakat terhadap program ini menurun. Talkshow dan podcast di media alternatif pun ramai mempertanyakan efektivitas dan pengawasan program MBG yang digagas pemerintah.
Namun, di balik kontroversi itu, ada fakta penting yang belum banyak diketahui masyarakat luas. Badan Gizi Nasional (BGN) sudah mengambil langkah tegas dengan menghentikan operasi dapur-dapur MBG yang bermasalah untuk menjaga keamanan dan kesehatan penerima manfaat. Tindakan ini memang diperlukan, meski membuat ribuan siswa, santri, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita yang bergantung pada bantuan tersebut merasa kecewa dan bingung.
Taryani, mitra BGN dari Yayasan dan Mitra SPPG Kebumen Petanahan, mengungkapkan rasa haru dan prihatin atas penghentian sementara program MBG. “Kami sangat trenyuh melihat anak-anak yang biasanya menerima makanan bergizi kini terpaksa berhenti. Banyak dari mereka yang bertanya kapan MBG akan kembali berjalan,” ujarnya. Taryani berharap program yang dikelola oleh SPPG ini bisa segera diperbaiki dan beroperasi kembali demi membantu anak-anak kurang mampu.
Baca Juga:
ketua dprd bogor dukung icodmi 2025
Di Jawa Timur, Azharul Muttaqin dari yayasan Pondok Pesantren Garuda di Blitar juga menyatakan bahwa MBG sangat membantu pesantren yang diasuhnya. Dengan anggaran makan per santri hanya sekitar 10 ribu rupiah untuk tiga kali makan sehari, kiriman MBG sangat berarti. “Sudah dua minggu program ini dihentikan, dan para santri banyak yang bertanya kapan kiriman makanan akan dimulai lagi,” katanya.
Selain manfaat langsung untuk penerima, program MBG ternyata berdampak positif pada perekonomian masyarakat. UMKM dan petani lokal mulai bergairah karena hasil pertanian mereka dibeli untuk menyuplai bahan makanan MBG. “Program ini tidak hanya soal gizi, tapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal. Siapa pun presidennya, MBG harus terus berjalan,” tegas Muttaqin.

Irwan Bora, mitra dari Yayasan Griya Rizki Babus Salam di Kalimantan Selatan, menegaskan manfaat MBG dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. “Ada efek domino yang sangat terasa; ketahanan pangan, pertanian, perikanan, semuanya terdorong oleh program ini,” ujarnya.
Semua pihak ini mengungkapkan kondisi dan harapan mereka dalam Rapat Koordinasi Kejadian Menonjol terkait Konsumsi MBG yang berlangsung di Jakarta, 14 Oktober lalu. Rapat dihadiri oleh mitra dapur penyelenggara MBG yang bermasalah serta pejabat BGN, termasuk Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang.
Menurut Kepala BGN, Dadan Hindayana, dari total 11.592 SPPG yang beroperasi, 106 sudah dihentikan sementara operasinya karena ditemukan pelanggaran serius, dan 12 lainnya masih dalam proses evaluasi. “Langkah ini kami ambil untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan yang dikirimkan,” ujarnya.
Elisa, mitra dari Yayasan Hepi Berkah Bersaudara di Semarang, mengaku senang dengan arahan yang diberikan BGN. Ia berkomitmen untuk memperbaiki semua SOP dan standar pengelolaan dapur agar dapat kembali memberikan manfaat secara aman dan maksimal. “Kami ingin segera memenuhi semua persyaratan dan kembali melayani masyarakat dengan baik,” tuturnya.
Meski program MBG saat ini tengah menghadapi tantangan besar, harapan besar tetap menyelimuti para penerima manfaat dan pengelola program. Diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga mitra, dan masyarakat agar program ini bisa berjalan optimal, memberikan gizi terbaik bagi anak-anak, santri, dan kelompok rentan lainnya, sekaligus menjaga ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi lokal.
