Bandung, HarianJabar.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung mendorong Pemerintah Kota Bandung untuk memperkuat sistem integrasi data dalam penanganan Penyandang Permasalahan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Dorongan ini muncul sebagai respon atas masih ditemukannya ketidaksesuaian data dan tumpang tindih penerima bantuan sosial di sejumlah wilayah di Kota Bandung.
Langkah ini dinilai penting mengingat data menjadi dasar utama dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sosial. Tanpa data yang valid, program bantuan dan pemberdayaan masyarakat dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial baru di masyarakat.
Masalah Validitas Data Jadi Kendala Utama
Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung, yang membidangi kesejahteraan rakyat, menjelaskan bahwa masalah utama dalam penanganan kesejahteraan sosial di daerah adalah validitas dan sinkronisasi data antarinstansi.
Menurutnya, data yang digunakan oleh Dinas Sosial, kelurahan, hingga lembaga sosial sering kali tidak sinkron. Hal ini menyebabkan adanya penerima bantuan ganda di satu sisi, sementara di sisi lain masih banyak warga miskin atau rentan yang belum tercatat dalam daftar penerima manfaat.
“Kami menemukan masih ada perbedaan data antara dinas dan pemerintah di tingkat kelurahan. Padahal, data ini menjadi dasar dalam menyalurkan bantuan. Karena itu, kami mendorong pemerintah kota untuk mempercepat integrasi data agar semua pihak memiliki acuan yang sama,” ujar salah satu anggota Komisi D DPRD Kota Bandung, Jumat (24/10/2025).
DPRD menilai bahwa pembangunan sistem data terpadu merupakan langkah strategis untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan, efisien, dan berbasis bukti (evidence-based policy).
Selain itu, integrasi data juga diharapkan dapat mengurangi praktik tumpang tindih program dan memastikan seluruh penerima bantuan sosial benar-benar berasal dari kelompok yang berhak.
Dinas Sosial Lakukan Sinkronisasi Data Secara Bertahap
Kepala Dinas Sosial Kota Bandung membenarkan bahwa proses pemutakhiran data PPKS memang masih berlangsung. Ia mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan sinkronisasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial.
“Kami sudah melakukan langkah-langkah teknis untuk memperbaiki data sosial di Bandung. Saat ini, kami mengintegrasikan sistem internal dengan DTKS agar tidak ada lagi data ganda atau penerima bantuan yang tidak tepat,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah kota juga memanfaatkan teknologi digital untuk memudahkan pendataan dan pemutakhiran data secara berkala. Setiap kelurahan diwajibkan melakukan pembaruan data minimal dua kali dalam setahun, bekerja sama dengan RT dan RW setempat.
“Kami berharap peran aktif masyarakat juga meningkat. Partisipasi warga dalam memberikan informasi akan sangat membantu agar data sosial benar-benar mencerminkan kondisi lapangan,” tambahnya.
Menurut Dinas Sosial, data PPKS di Bandung mencakup berbagai kategori, mulai dari fakir miskin, penyandang disabilitas, anak terlantar, lansia terlantar, korban kekerasan dalam rumah tangga, hingga tuna wisma. Jumlah mereka diperkirakan mencapai ribuan orang yang tersebar di 30 kecamatan.
PPKS Masih Jadi Tantangan di Kota Bandung
Permasalahan sosial di Bandung masih cukup kompleks. Berdasarkan data Dinas Sosial tahun 2024, sedikitnya terdapat lebih dari 50 ribu jiwa yang termasuk dalam kategori PPKS. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan pekerja informal.
Kondisi ekonomi pascapandemi COVID-19 juga turut memperburuk situasi, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, dan lansia yang tinggal sendirian.
DPRD menilai bahwa pemerintah perlu membangun database sosial terpadu yang mampu menampilkan informasi secara real time, mulai dari status ekonomi, kondisi tempat tinggal, hingga akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.
“Tanpa data yang baik, kita seperti berjalan tanpa peta. Data adalah kunci agar program sosial bisa tepat sasaran, efektif, dan efisien,” ujar anggota DPRD lainnya dari Fraksi Kesejahteraan Rakyat.

Dukungan dari Kalangan Masyarakat dan Akademisi
Dorongan DPRD tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil dan akademisi. Salah satu aktivis sosial dari Forum Bandung Sejahtera, Rini Wulandari, menilai bahwa integrasi data merupakan langkah penting yang sudah lama ditunggu.
“Selama ini banyak masyarakat miskin yang tidak tercatat dalam data pemerintah, sementara ada yang sudah mampu masih menerima bantuan. Ini menunjukkan pentingnya pembaruan dan integrasi data lintas instansi,” ujarnya.
Menurut Rini, sistem digital yang terintegrasi tidak hanya membantu pemerintah dalam penyaluran bantuan, tetapi juga menjadi alat pemantau kesejahteraan warga secara berkelanjutan. Dengan begitu, program penanganan sosial dapat disesuaikan dengan dinamika kondisi masyarakat.
Sementara itu, akademisi dari Universitas Padjadjaran, Dr. Agus Rahmat, menilai bahwa integrasi data sosial harus diikuti dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di tingkat daerah.
“Sistem digital tidak akan efektif jika petugas lapangan tidak memiliki keterampilan dalam mengelola dan memperbarui data. Jadi, pelatihan dan pengawasan juga harus menjadi bagian dari program integrasi data,” katanya.
Langkah Strategis Menuju Tata Kelola Sosial yang Terpadu
DPRD Kota Bandung menyatakan siap mendukung upaya Pemerintah Kota Bandung dalam mempercepat proses integrasi data, baik melalui penyusunan regulasi maupun dukungan anggaran.
Rencana tersebut sejalan dengan program Satu Data Indonesia, yang dicanangkan pemerintah pusat untuk menciptakan keterpaduan informasi lintas sektor. Dengan kebijakan ini, setiap lembaga pemerintah wajib menggunakan data yang bersumber dari satu sistem nasional agar tidak terjadi perbedaan angka atau duplikasi informasi.
Selain memperkuat sistem informasi, DPRD juga mendorong agar Pemkot Bandung membangun pusat layanan sosial terpadu yang mampu menindaklanjuti data lapangan secara cepat, misalnya untuk penanganan anak terlantar, korban kekerasan, atau lansia yang membutuhkan bantuan darurat.
“Kami ingin agar setiap laporan sosial dari masyarakat bisa segera ditindaklanjuti. Dengan data yang terhubung antarlembaga, penanganan bisa lebih cepat dan terukur,” jelas anggota Komisi D DPRD Kota Bandung.
Harapan ke Depan: Bantuan Lebih Tepat Sasaran
Melalui integrasi data ini, DPRD berharap agar Kota Bandung dapat mengelola program kesejahteraan sosial secara lebih akurat dan berkelanjutan. Data yang terpusat dan mutakhir akan membantu pemerintah dalam menentukan prioritas kebijakan, menyalurkan bantuan dengan tepat, serta mengukur dampak program secara objektif.
“Tujuan akhirnya sederhana: tidak ada lagi warga yang berhak tapi tidak menerima bantuan, dan tidak ada lagi bantuan yang salah sasaran. Itu wujud keadilan sosial yang sesungguhnya,” tegas anggota DPRD tersebut.
Integrasi data diharapkan tidak hanya menjadi proyek administratif, melainkan menjadi pondasi tata kelola sosial di Kota Bandung — sebuah langkah menuju kota yang inklusif, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh warganya.
Tentang PPKS
Penyandang Permasalahan Kesejahteraan Sosial (PPKS) adalah individu, keluarga, atau kelompok masyarakat yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan dasar karena faktor ekonomi, fisik, sosial, maupun psikologis. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012, terdapat 26 jenis PPKS, antara lain fakir miskin, anak terlantar, penyandang disabilitas, lansia terlantar, korban bencana, korban kekerasan, dan tuna wisma.
