Jakarta, HarianJabar.com — Direktur Utama PT Sahara Dzumirra International sekaligus anggota DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Mayor Inf. (Purn) Rufis Bahrudin (RFB) menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (13/10/2025) sore.
Rufis diperiksa di Gedung Merah Putih KPK selama sekitar 4 jam 32 menit, terhitung sejak masuk pukul 09.34 WIB dan keluar sekitar 15.06 WIB. Ia mengaku dicecar 19 pertanyaan terkait kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag).
“Ya sedikit aja. 19-an aja,” ujar Rufis saat keluar gedung KPK.
Rufis menegaskan tidak ada pertanyaan soal aliran uang dalam pemeriksaan. Ia juga mengklaim kuota haji yang diperoleh perusahaannya telah sesuai ketentuan. PT Sahara Dzumirra International tercatat tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Haji, Umrah, dan In-Bound Indonesia (Asphirasi).
“Di bawah Asphirasi,” ucapnya.
Konstruksi Perkara Kuota Haji
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini telah naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025) berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka, namun kerugian negara diduga mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Kasus bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Kuota tambahan ini kemudian lobi oleh sejumlah pengusaha travel kepada oknum pejabat Kemenag hingga terbit SK Menag era Yaqut Cholil Qoumas pada 15 Januari 2024. Kuota dibagi menjadi dua:
- 10.000 untuk haji reguler: didistribusikan ke 34 provinsi. Jawa Timur mendapatkan porsi terbanyak (2.118 jemaah), disusul Jawa Tengah (1.682) dan Jawa Barat (1.478).
- 10.000 untuk haji khusus: 9.222 untuk jemaah, 778 untuk petugas, dikelola biro travel swasta.

Namun, pembagian ini diduga melanggar Pasal 64 UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi 92 persen kuota reguler dan 8 persen kuota khusus.
Dugaan Praktik Jual Beli Kuota
KPK mencatat adanya dugaan setoran travel kepada pejabat Kemenag senilai USD 2.600–7.000 per kuota (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta per kurs Rp16.144,45), dilakukan melalui asosiasi travel sebelum diteruskan berjenjang ke pejabat Kemenag.
Dana hasil transaksi diduga digunakan untuk pembelian aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar, yang telah disita KPK pada Senin (8/9/2025). Rumah tersebut diduga dibeli pegawai Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag dengan uang setoran pengusaha travel sebagai komitmen pembagian kuota tambahan.
Langkah KPK Selanjutnya
Penyidik KPK masih mengumpulkan bukti dan memeriksa sejumlah pihak terkait kasus kuota haji ini. KPK memastikan akan segera mengumumkan pihak-pihak yang bertanggung jawab secara resmi.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan kuota ibadah yang menjadi hak ribuan jemaah haji, serta menimbulkan dugaan praktik korupsi skala besar yang merugikan negara dan mengancam kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan haji.
