
Harianjabar.com – Emiten konglomerat Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) mengalokasikan dana jumbo sejumlah Rp 2 triliun untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham secara bertahap.
Dana yang bersumber dari kas internal itu bukan saja disiapkan untuk memenuhi kebutuhan buyback saham, tetapi juga akan digunakan untuk membiayai transaksi buyback, komisi broker, dan biaya lain yang berkaitan dengan buyback saham.
“Rencana pembelian kembalian saham ini dilakukan sebagai salah satu upaya perseroan untuk meningkatkan nilai bagi para pemegang saham, meningkatkan kinerja saham sesuai kondisi fundamental perseroan, dan menjaga kepercayaan publik,” jelas Manajemen TPIA dalam keterangan resminya, Jumat (21/3/2025).
TPIA, demikian disampaikan manajemen, mengestimasikan bakal melakukan buyback sebanyak 0.29% saham atau setara 250 juta saham dari total saham yang dikeluarkan perseroan dengan harga setinggi-tingginya Rp 10.000 per saham. Merujuk pada data RTI, total saham TPIA saat ini sebanyak 86,5 miliar saham.
Chandra Asri akan mulai melakukan periode buyback saham tersebut pada 21 Maret 2025 sampai 20 Juni 2025, atau tiga bulan setelah perseroan menyampaikan keterbukaan informasi. Dalam aksi ini, TPIA bakal menunjuk PT Henan Putihrai Sekuritas untuk melakukan buyback saham.
Perseroan bisa menghentikan buyback sebelum periode habis dengan catatan, dana yang dialokasikan untuk buyback telah tersedot habis; kemudian buyback sudah mencapai jumlah yang dikehendaki, dan perseroan memutuskan menghentikan buyback bilamana dianggap perlu.
Sementara terkait jumlah maksimum saham yang akan di-buyback, menurut penuturan Manajemen TPIA, bakal tetap memerhatikan jumlah saham free float perseroan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Manajemen memastikan, rencana buyback saham tidak akan berdampak pada menurunnya pendapatan dan pembiayaan perseroan. Sebab, TPIA mempunyai modal kerja dan arus kas yang cukup untuk membiayai transaksi bersamaan dengan kegiatan usaha perseroan.
Sepanjang tahun buku 24, emiten berkode saham TPIA tersebut mencatatkan total aset sebesar US$ 5,6 miliar. Lalu, ekuitas sebesar US$ 2,9 miliar dan liabilitas sebesar US$ 2,7 miliar. Sedangkan, pendapatan sebesar US$ 1,7 miliar dan rugi bersih sebesar US$ 69 juta, serta kas dan setara kas akhir tahun sebesar US$ 1,3 miliar.
“Perseroan berkeyakinan, pelaksanaan transaksi pembelian kembali saham tidak berdampak negatif yang material terhadap kegiatan usaha perseroan,” tegas Manajemen TPIA.
Sebaliknya, pembelian kembali saham ini akan mengakibatkan terjadinya pengalihan aset berupa kas menjadi saham treasuri. Karena itu, dengan rencana buyback tersebut, Manajemen TPIA berharap, dapat memberikan fleksibilitas kepada perseroan untuk mengelolala kebutuhan modal jangka panjang. Di mana, saham treasuri dapat dialihkan di masa mendatang dengan memerhatikan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu pada POJK NO.29/2023, selama tiga tahun sejak selesainya buyback saham, TPIA wajib mulai mengalihkan saham hasil buyback dalam jangka waktu dua tahun. Dalam hal kewajiban belum dapat diselesaikan perseroan, maka dalam jangka waktu paling lama satu tahun setelah berakhirnya jangka waktu dua tahun tersebut, perseroan akan menyelesaikan kewajiban pengalihan.
“Perseroan dapat melakukan pengalihan atas saham yang dibeli kembali setelah 30 hari sejak Pembelian Kembali Saham dilaksanakan seluruhnya atau setelah 30 hari sejak berakhirnya Periode Pembelian Kembali Saham dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” begitu bunyi ketentuan POJK tersebut.
Buyback Tanpa RUPS
Paralel dengan aksi korporasi TPIA tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menerbitkan Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan atau buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kebijakan ini dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia sejak 19 September 2024 mengalami tekanan yang diindikasikan dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 18 Maret 2025 sebesar 1.682 poin atau minus 21,28% dari Highest to Date.
“Berkenaan dengan kondisi tersebut di atas, maka OJK menetapkan status kondisi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g POJK No 13/2023 (POJK 13/2013) sebagai kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (19/3/2025).