Jakarta, HarianJabar.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Nikita Mirzani dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus tindak pidana pemerasan disertai ancaman dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Tuntutan supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda sebesar Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di ruang sidang Oemar Seno Adji, Kamis (9/10/2025).
Jaksa menyebut bahwa Nikita diduga mendistribusikan informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dengan ancaman untuk mencemarkan nama baik. Hal ini diatur dalam Pasal 45 ayat 10 huruf A juncto Pasal 27B ayat (2) UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Baca Juga:
menkeu optimis ihsg bakal terus meroket
Kasus ini juga menyeret asisten pribadi Nikita, Ismail Marzuki alias Mail Syahputra, yang diduga turut serta melakukan pemerasan terhadap pemilik perusahaan produk perawatan kulit PT Glafidsya RMA Group, Reza Gladys, yang berlokasi di Jakarta.
Jaksa menuturkan bahwa Nikita mengancam akan menyebarkan komentar negatif terkait produk kecantikan milik Reza Gladys di media sosial jika tidak diberikan sejumlah uang sebagai “uang tutup mulut”. Tekanan tersebut membuat Reza Gladys akhirnya menyerahkan total uang hingga Rp4 miliar secara bertahap kepada Nikita dan asistennya.

Selain itu, jaksa menilai Nikita terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Dalam dakwaan yang dibacakan pada Juni 2025, sebagian dana Rp4 miliar tersebut diduga digunakan Nikita untuk membayar cicilan rumah di kawasan BSD Tangerang, melalui PT Bumi Parama Wisesa (BPW), pengelola kawasan tersebut.
Sidang selanjutnya akan digelar untuk mendengar pembelaan dari pihak Nikita Mirzani dan penasihat hukumnya, sekaligus menghadirkan saksi-saksi yang terkait dengan aliran dana dan bukti transaksi yang menjadi dasar tuntutan jaksa.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan figur publik yang dikenal luas, serta menegaskan komitmen aparat hukum dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana yang memanfaatkan media digital sebagai sarana pemerasan.
