Bekasi, HarianJabar.com – Tragedi memilukan kembali mengguncang publik. Seorang bocah laki-laki berusia enam tahun di Rawa Panjang, Bojonggede, Kabupaten Bogor, tewas tragis di tangan ibu tirinya, RN (30). Kasus ini, yang terjadi sejak Jumat, 17 Oktober 2025, menyingkap kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini kerap terabaikan, terutama terhadap anak-anak yang seharusnya dilindungi.
Menurut Polres Metro Depok, korban disiksa berulang kali menggunakan gagang sapu hingga meninggal dunia.
“Sampai saat ini, kami amankan satu barang bukti, yaitu sebilah sapu, yang diduga dipakai pelaku untuk memukul. Korban mengalami beberapa luka di badan, punggung, dada, dan wajah,” kata Kasi Humas Polres Metro Depok AKP Made Budi, Rabu (22/10/2025).
Polisi menyebut penganiayaan berlangsung selama tiga hari sebelum korban meninggal di hari keempat.
“Berdasarkan pengakuan tersangka, korban telah mengalami penganiayaan kurang lebih tiga hari,” ujar Made.
RN kini ditetapkan sebagai tersangka, sementara suaminya, ayah korban, masih diperiksa. Publik pun mempertanyakan bagaimana kekerasan sekejam ini bisa terjadi tanpa ada pihak sekitar yang menyadari kejanggalan. Peran keluarga besar, tetangga, dan masyarakat tampak minim dalam mencegah tragedi ini.

Tragisnya, RN sempat berbohong kepada suaminya.
“Beberapa kali orang tua korban menanyakan luka-luka anaknya, namun tersangka berdalih bahwa itu akibat jatuh atau terbentur benda tumpul. RN mengaku memukul anak tirinya karena kesal dan anaknya tidak mau makan,” jelas Made.
Sebagai tindak lanjut, polisi melakukan ekshumasi jasad korban di TPU Kalang Anyar, Bojonggede, untuk memastikan penyebab kematian melalui autopsi forensik.
“Proses ini dilakukan untuk kepentingan peradilan dan penyidikan kasus kematian yang mencurigakan,” tambah AKP Made.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius: berapa banyak anak yang menderita di balik dinding rumah yang sepi, tanpa suara dan tanpa perlindungan, hingga nyawanya melayang?
Kematian bocah ini bukan hanya akibat kekejaman seorang ibu tiri, tetapi juga menjadi cermin kegagalan negara, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat dalam memastikan setiap anak tumbuh aman dari kekerasan domestik.
