Jakarta, Harianjabar.com – Pengacara Wilmar Group, Junaedi Saibih dan Marcella Santoso, bersama mantan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, serta Ketua Tim Cyber Army, M. Adhiya Muzakki, didakwa melakukan perintangan penyidikan perkara korupsi. Kasus ini terkait tata niaga ekspor crude palm oil (CPO), pengelolaan komoditas timah, dan impor gula yang tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
“(Junaedi) melakukan perbuatan bersama-sama dengan Marcella Santoso, Tian Bahtiar, dan M. Adhiya Muzakki, sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, ataupun para saksi dalam perkara tindak pidana korupsi,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
Perbuatan para terdakwa dilakukan sejak Juni 2023 hingga April 2025 di berbagai lokasi, termasuk Jakarta, Bangka Belitung, Yogyakarta, dan Sumatera Selatan.
Jaksa menuturkan, Junaedi dan Marcella menyusun skema non yuridis untuk memengaruhi proses hukum kasus ekspor CPO yang melibatkan Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Upaya itu mencakup memanfaatkan laporan Ombudsman RI, menggugat pemerintah melalui PTUN dan perdata, serta memberikan suap kepada hakim agar korporasi dijatuhi putusan lepas dari tuntutan hukum (onslag).

Tidak hanya itu, mereka juga menjalin koordinasi untuk mengatur opini publik melalui operasi media. Dakwaan menyebut 67 berita positif ditempatkan di 20 media arus utama, pengaturan wawancara khusus, media briefing pada 5 Juli, 9 September, dan 3 Oktober 2023, serta produksi program khusus di JakTV berjudul “Korupsi Migor Kriminalisasi Kebijakan?” yang disiarkan di YouTube jaktvofficial dan TikTok jaktvnewsroom.
“Dengan maksud membentuk opini publik bahwa penanganan perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya merupakan kriminalisasi yang dilakukan Kejaksaan kepada para terdakwa korporasi migor,” ujar jaksa.
Selain kasus CPO, terdakwa juga meminta terdakwa dalam perkara tata niaga timah di PT Timah Tbk, termasuk Harvey Moeis dkk, untuk membiayai operasi media dan pengerahan buzzer yang dikendalikan Adhiya Muzakki. Termasuk pengerahan massa dan pelaporan terhadap saksi ahli yang dihadirkan JPU.
Untuk kasus impor gula, para terdakwa membuat konten dan talk show untuk menggiring opini negatif terhadap penanganan perkara oleh penuntut umum. Seluruh biaya operasional media ditanggung oleh keluarga tersangka atau terdakwa korupsi impor gula.
Jaksa juga menuduh terdakwa menghilangkan barang bukti elektronik (BBE), termasuk menghapus percakapan WhatsApp dan membuang handphone yang berisi bukti terkait tindak pidana korupsi.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut praktik perintangan penyidikan dan upaya memanipulasi opini publik di media, serta keterlibatan buzzer dalam kasus korupsi berskala besar.
