Bandung, HarianJabar.com – Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Jawa Barat, Hemawati Br Pandia, bersama Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum, Ave Maria Sihombing, mengikuti secara daring Diskusi Strategi Kebijakan terkait implementasi Permenkumham Nomor 25 Tahun 2021 tentang tata cara pendaftaran, perubahan, dan penghapusan jaminan fidusia.
Acara yang digelar oleh Kanwil Kemenkum Gorontalo pada Rabu (8/10/2025) ini menyoroti masalah krusial yang sering diabaikan masyarakat, yakni data jaminan fidusia yang tidak otomatis terhapus meski kredit telah lunas. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Diskusi dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum Kemenkum RI, Andre Indradi, dan dihadiri Dekan Fakultas Hukum Universitas Gorontalo, Dr. Yusrianto Kadir, perwakilan lembaga pembiayaan, serta notaris se-Provinsi Gorontalo.
Dalam paparan, terungkap bahwa banyak debitur tidak mengetahui kewajiban melaporkan pelunasan utang agar jaminan fidusia dihapus dari AHU Online. Masalah ini diperparah oleh belum terintegrasinya sistem AHU Online dengan sistem internal lembaga pembiayaan atau leasing.

Koordinator Badan Strategi Kebijakan Kanwil Kemenkum Gorontalo, Muhammad Jaelani, menjelaskan sejumlah kendala utama: minimnya sosialisasi, tidak adanya sanksi tegas bagi kreditur yang lalai menghapus data dalam 14 hari sesuai aturan, serta keterbatasan anggaran untuk program edukasi. “Dalam praktiknya, penghapusan hanya diproses jika ada permohonan aktif dari debitur. Ini merugikan konsumen dan melemahkan kepastian hukum,” ujarnya.
Baca Juga:
trossard tegaskan setia di arsenal
Menanggapi isu strategis ini, Kepala Kanwil Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif Kanwil Gorontalo. Menurutnya, persoalan jaminan fidusia merupakan isu nasional yang perlu perhatian serius.
“Kepastian hukum bagi masyarakat adalah prioritas. Kami di Kemenkum Jabar mendukung penuh upaya meningkatkan literasi hukum dan menyempurnakan sistem pelayanan, termasuk evaluasi regulasi seperti Permenkumham 25/2021, demi melindungi hak-hak masyarakat dan menciptakan iklim usaha lebih sehat,” tegas Asep Sutandar.
Diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain:
- Program edukasi masif melalui seminar dan media sosial
- Pengembangan sistem AHU yang terintegrasi
- Pelatihan rutin bagi pegawai
- Kajian penambahan sanksi tegas dalam regulasi
Diharapkan hasil diskusi ini menjadi masukan berharga untuk penyempurnaan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan peraturan turunannya, sehingga memberikan perlindungan lebih baik bagi masyarakat dan konsumen di seluruh Indonesia.
