Bekasi, HarianJabar.com — Nama Garibaldi “Boy” Thohir kembali menjadi sorotan publik setelah dua perusahaannya, PT Adaro Indonesia dan PT Maritim Barito Perkasa, disebut menerima keuntungan Rp235 miliar dari penjualan solar nonsubsidi di bawah ketentuan harga. Kasus ini tengah diselidiki Kejaksaan Agung dan menurut audit BPK, praktik tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp9,4 triliun.
Meski tengah menghadapi sorotan hukum, publik juga menyoroti kekayaan Boy Thohir. Berdasarkan data Forbes Desember 2024, kekayaan bersihnya diperkirakan mencapai US$3,8 miliar, setara dengan sekitar Rp63 triliun (kurs Rp16.583 per dolar AS).
Sumber utama kekayaannya berasal dari saham di PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO), sebelumnya dikenal sebagai Adaro Energy Indonesia, eksportir batu bara besar di Indonesia. Boy Thohir memegang 6,43% saham ADRO, memberi pengaruh signifikan di sektor energi primer. Selain itu, ia memiliki 6,33% saham di Merdeka Battery Materials (MBMA) yang bergerak di bahan baku baterai kendaraan listrik.

Selain sektor energi, Boy Thohir juga berinvestasi di perusahaan publik lain, seperti GOTO, TRIM, WOM Finance, BFI Finance, Adira Sarana Armada, dan Surya Esa Perkasa.
Garibaldi “Boy” Thohir lahir di Jakarta pada 1 Mei 1965, putra pengusaha Mochammad Teddy Thohir. Ia menempuh pendidikan bisnis di University of Southern California dan meraih MBA dari Northrop University. Kariernya dimulai dari Astra International, kemudian ia membangun bisnis properti dan beralih ke pertambangan.
Baca Juga:
nhm dan dugaan kasus solar murah
Puncak kariernya terjadi pada 2005, saat bersama investor lain mengambil alih Adaro Energy dari pemilik Australia. Strategi baru yang diterapkan membuat Adaro berkembang pesat menjadi perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia. Tahun 2018, Adaro masuk daftar 50 Best Companies Forbes, dan pada 2024 berganti nama menjadi Alamtri Resources Indonesia.
