Bekasi, HarianJabar.com – Akumulasi sampah yang menumpuk di kawasan kota dan kabupaten Bekasi menjadi salah satu penyebab utama timbulnya mikroplastik serta emisi gas beracun. Hal ini memunculkan risiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia, terutama di wilayah pesisir dan aliran sungai menuju laut. Berikut uraian keadaan, pemicu, serta solusi yang dapat diterapkan secara konkret.
Keadaan dan Dampak
- Di wilayah Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, penelitian menunjukkan telah ditemukan mikroplastik jenis fibre, film, fragmen dan pelet dengan komposisi polimer seperti PP, PS, LDPE, LLDPE dan HDPE.
- Sampah plastik yang terbuka di tempat pembuangan akhir (TPA) seperti TPA Bantargebang menyebabkan degradasi plastik akibat paparan sinar matahari, air dan panas yang mempercepat pembentukan mikroplastik.
- Limbah sampah yang menumpuk juga menghasilkan emisi metana dan gas beracun lainnya karena proses pembusukan anaerobik dan pembakaran sampah terbuka. Efeknya bisa berupa pencemaran udara, risiko kebakaran TPA, serta dampak kesehatan masyarakat.
- Studi wilayah Bekasi mencatat bahwa pengelolaan sampah rumah tangga masih belum optimal—sebagian besar belum melalui proses 3R (Reduce‑Reuse‑Recycle) atau pemilahan yang baik.
Penyebab Utama
- Penggunaan plastik sekali pakai dan rendahnya upaya pemilahan sampah di tingkat rumah tangga maupun lingkungan.
- Praktik pembongkaran atau pembuangan sampah secara terbuka (open dumping) di TPA yang tidak tertutup rapat atau tidak menggunakan sistem pemrosesan yang benar.
- Kurangnya teknologi pengolahan sampah yang memadai (misalnya sanitary landfill, sistem pengelolaan gas TPA, pemilahan di sumber) serta rendahnya kesadaran masyarakat dan dukungan institusi.
- Aliran sampah dari daratan menuju sungai dan laut, yang menyebabkan plastik terfragmentasi menjadi mikroplastik dan mencemari sistem air.

Solusi yang Dapat Diterapkan
- Meningkatkan Pemilahan Sampah di Sumber
- Kampanye edukasi kepada masyarakat untuk memisahkan organik‑anorganik, plastik bersih, dan residu berbahaya.
- Pemanfaatan bank sampah atau sistem 3R lokal untuk mengurangi volume limbah plastik yang masuk ke TPA.
- Studi di Bekasi: instrumen Household Waste Control Index menunjukkan pemilahan rumah tangga sangat krusial.
- Upgrading Sistem TPA dan Pengolahan Gas Metana
- TPA harus beralih dari open dumping ke sanitary landfill dengan sistem penutup, pengelolaan lixiviat, dan pemanenan gas metana. Contohnya penerapan di Bantargebang.
- Pemasangan sistem penangkapan gas dan pembakaran terkendali atau penggunaan gas metana sebagai energi terbarukan.
- Pengurangan Plastik Sekali Pakai dan Pengembangan Biodegradable
- Pemerintah mendorong penggunaan plastik biodegradable melalui teknologi biotransformasi.
- Regulasi lokal memperketat penggunaan kantong plastik sekali pakai, styrofoam, kemasan berlapis, dan mendorong inovasi kemasan ramah lingkungan.
- Penanganan Mikroplastik dan Monitoring Lingkungan
- Rutin melakukan pemantauan mikroplastik di air sungai dan laut, khususnya di daerah muara dan pesisir seperti Bekasi, untuk mengetahui sebaran dan karakteristiknya.
- Riset dan kebijakan terkait standar kualitas air bebas mikroplastik (zero waste) sebagai bagian dari regulasi pengelolaan lingkungan.
- Kolaborasi Pemerintah, Swasta & Masyarakat
- Pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta perlu bersinergi melakukan kampanye bersih‑sampah, patroli anti‑dumping, dan program penghargaan bagi lingkungan bersih.
- Masyarakat dilibatkan sebagai garda terdepan: warga sadar 3R, sekolah melakukan edukasi lingkungan, komunitas mengadakan aksi bersih sampah secara rutin.
Tumpukan sampah di wilayah Bekasi jelas bukan hanya soal estetika atau bau tidak sedap. Akibatnya meluas ke isu mikroplastik yang masuk ke air, udara dan rantai makanan, serta gas beracun dari TPA yang membahayakan kesehatan. Dengan menerapkan langkah‑langkah di atas secara bersamaan dan berkelanjutan, kondisi ini bisa dipe
