Jakarta, HarianJabar.com – Dana kredit yang masih ‘terparkir’ di perbankan tercatat cukup besar, mencapai Rp2.374,8 triliun per September 2025. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyebut angka ini setara dengan 22,54 persen dari plafon kredit yang tersedia.
Perry menjelaskan salah satu penyebab utama kredit yang belum disalurkan, atau disebut undisbursed loan, adalah sikap pelaku usaha yang masih menunggu (wait and see). Para pengusaha enggan menambah kapasitas produksi atau melakukan ekspansi bisnis karena daya beli masyarakat dianggap masih lemah.
“Fasilitas pinjaman yang belum dicairkan pada September 2025 masih cukup besar, yaitu Rp2.374,8 triliun, atau 22,54 persen dari plafon kredit yang tersedia,” ujar Perry di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Kredit menganggur ini sebagian besar berasal dari segmen korporasi, terutama sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, dengan jenis utama berupa kredit modal kerja.
Meski demikian, pertumbuhan kredit perbankan tetap tercatat positif, yakni 7,70 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada September 2025, sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 7,56 persen (yoy).

Perry menambahkan bahwa rendahnya permintaan kredit dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sikap wait and see pelaku usaha, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
Dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan perbankan masih memadai, ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 29,29 persen dan pertumbuhan DPK sebesar 11,18 persen (yoy) pada September 2025.
Secara umum, minat penyaluran kredit perbankan cukup baik, tercermin dari persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang relatif longgar. Namun, bank tetap berhati-hati pada segmen kredit konsumsi dan UMKM karena risiko kredit yang lebih tinggi.
Rinciannya, pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing melambat menjadi 3,37 persen dan 7,42 persen (yoy), sedangkan kredit investasi justru meningkat menjadi 15,18 persen (yoy). Kredit UMKM dan pembiayaan syariah juga tumbuh melambat, masing-masing sebesar 0,23 persen dan 7,55 persen (yoy).
Dengan kondisi ini, Perry menekankan perlunya sinergi antara bank dan pelaku usaha untuk mendorong optimalisasi penyaluran kredit, sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
